Dari buku berjudul "Api Sejarah", karya Ahmad Mansur Suryanegar a yang diterbitka n Salamadani Pustaka Semesta, cetakan I Juli 2009 pada halaman 167 dapat kita ketahui bahwa gerakan Zionisme dalam gerakan politiknya ada dua langkah kerjasama yakni
1. Di Turki, dengan mendukung Kemal Pasha (Yahudi) menumbangk an kesultanan Turki, 1924 M untuk membebaska n Palestina dari kesultanan Turki
2. Di Arabia, bekerjasam a dengan Raja Ibnu Saud , sekte Wahabi.
Kerajaan Protestan Anglikan, Inggris berhasil menumbangk an
kerajaan Arabia dari kekuasaan Raja Husein ataupun putra Raja Ali,
Ahlus sunnah wal Jama'ah yang mengklaim batas wilayah Arabia meliputi
Palestina dan Syiria bekas wialyah kekuasaan kesultanan Turki. Klaim atas kedua wiayah tersebut menjadikan Raja Husein dan putranya Raja Ali, dimakzulka n. Kemudian, kedua raja tersebut minta suaka di Cyprus dan Irak.
Kelanjutan dari
kerjasama tersebut, Kerajaan Protestan Anglikan Inggris mengakui Abdul
Aziz bin Saudi (sekte Wahabi) sebagai raja Kerajaan Saudi Arabia yang
tidak mengklaim wilayah Palestina dan Syria sebagai wilayah Saudi
Arabia.
Keberhasil an kedua kerjasama ini, memungkink an berdirinya negara Israel, sesudah perang dunia II, 1939-1945M , tepatnya 15 Mei 1948
Kaum Wahabi adalah kaum yang mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin
Abdul Wahhab berasal dari Kabilah Banu Tamim, lahir 1115 H., wafat
tahun 1206 H.
Kabilah Banu Tamim adalah kabilah yang dicintai oleh Rasulullah shallallah u
‘alaihi wa sallam dan ada pula yang tidak disukai dari kabilah ini
adalah kaum yang mengikuti pemahaman seorang khawarij, kaum yangn
pemahaman yang keluar (kharaja) dari pemahaman jama’ah kaum muslim
seperti Dzul Khuwaishir ah at Tamimi al Najdi. Hal ini telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/02/19/ asal-kaum-k hawarij/
Pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti pemahaman Ibnu Taimiyyah melalui muthola'ah (menelaah kitab) berdasarka n akal pikirannya
sendiri. Pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab belum tentu sama dengan
pemahaman Ibnu Taimiyyah karena Muhammad bin Abdul Wahhab tidak bertemu
dengan Ibnu Taimiyyah.
Pemahaman Ibnu Taimiyyah bukanlah pemahaman Salaf yang sholeh karena Ibnu Taimiyyah tidak bertemu atau bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf yang sholeh. Pemahaman Ibnu Taimiyyah adalah pemahaman beliau sendiri melalui muthola'ah (menelaah kitab) berdasarka n akal pikirannya sendiri
Ibnu Hajar al-Asqalan i asy-Syafi’ i berkata: “Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam“
Sahabat mengambil pemahaman Rasulullah shallallah u alaihi wasallam karena bertemu dengan Beliau.
Tabi'in mengambil pemahaman Sahabat karena bertemu dengan para Sahabat.
Tabi'ut Tabi'in mengambil pemahaman Tabi'in karena bertemu dengan para Tabi'in
Imam Mazhab yang empat mengambil pemahaman Salaf yang sholeh karena bertemu atau bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf yang sholeh
Syaikh Ahmad ibn Hajar al- Butami dalam biografi Ulama Muhammad ibnu Abdil Wahhab yang juga ditashhihk an oleh Ulama Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz, mengakui Wahhabi adalah ajaran Ulama Muhammad bin Abdil Wahhab.
- Di halaman 59 disebutkan : ﻓﻘﺎﻣﺖ ﺍﻟﺜﻮﺭﺍﺕ ﻋﻠﻰ ﻳﺪ ﺩﻋﺎﺓ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﻴﻦ “maka tegaklah revolusi di atas tangan para da’i Wahhabi”
- Di halaman 60 disebutkan : ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻓﻲ ﻣﻜﺔ “ atas dasar dari dakwah agama wahhabi di Mekkah” , ﻳﺪﻳﻨﻮﻥ ﺑﺎﻹﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻲ , “mereka beragama dengan Islam atas Mazhab Wahhabi”
Ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, menuliskan sebagai berikut:
“Sebagian ulama yang aku jumpai menginform asikan
kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa
beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu
fiqih seperti para pendahulu dan orang-oran g di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat , “Hati-hati , kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-bena r
terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad
bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahn ya dengan bantahan yang baik berdasarka n ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-had its Nabi shallallah u alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahanny a dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamat kan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-oran g yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangn ya, dan membantahn ya, lalu ia tidak mampu membunuhny a secara terang-ter angan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatny a yang mengkafirk an dan menghalalk an membunuh orang yang menyelisih inya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah, hal. 275).
Ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang
populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya,
Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut: “Keteranga n tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaiman a
terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar
dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti
madzhab Hanabilah.
Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan
orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-oran g musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalk an membunuh Ahlussunna h
dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka,
merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada
tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr
al-Mukhtar , juz 4, hal. 262).
Ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalai n sebagai berikut: “Ayat ini turun mengenai orang-oran g Khawarij, yaitu mereka yang mendistors i penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalk an darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaiman a yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah , mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-oran g pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalai n, juz 3, hal. 307).
Kaum Wahabi , mereka adalah korban hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi untuk memahami Al Qur'an dan As Sunnah dengan akal pikiran sendiri tanpa memperhati kan pendapat/ pemahaman ulama bersanad ilmu atau bersanad guru yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Salah satu akibatnya adalah kesalahpah aman tentang bid'ah yang sesungguhn ya bertujuan untuk memuluskan paham sekulerism e, memisahkan Tuhan dari kehidupan manusia sebagaiman a yang telah disampaika n dalam tulisan sebelumnya pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/03/04/ paham-sekul erisme/
Jumhur ulama telah menyampaik an bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri, kemungkina n besar akan berakibat negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin
2. Tasybihill ah Bikholqihi , penyerupaa n Allah dengan makhluq Nya
Tasybihill ah Bikholqihi berakibat kekufuran dalam i’tiqod karena kesalahpah aman dalam i’tiqod salah satunya mereka yang berkeyakin an bahwa Allah ta'ala bertempat atau meninggi dalam arti jarak di atas 'Arsy (tempat yang jauh , beratus-ra tus tahun perjalanan ) sesungguhn ya bertujuan untuk "menjauhka n" Tuhan dari kehidupan manusia.
Padahal Allah ta’ala menyampaik an tentang diriNya yang artinya,
“Dan apabila hamba-hamb a-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat“.( Al Baqarah [2]:186 ).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah [56]: 85 ).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf [50] :16 )
Salah satu pegangan mereka sehingga mengi’tiqo dkan bahwa Allah ta’ala bertempat di suatu tempat yang jauh, beratus-ra tus tahun perjalanan adalah hadits berikut,
Telah menceritak an kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin ash-Shabba h dan Abu Bakar bin Abi Syaibah dan keduanya berdekatan dalam lafazh hadits tersebut, keduanya berkata, telah menceritak an kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Hajjaj ash-Shawwa f
dari Yahya bin Abi Katsir dari Hilal bin Abi Maimunah dari ‘Atha’ bin
Yasar dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami dia berkata, Ketika aku
sedang shalat bersama-sa ma Rasulullah shallallah u’alaihiwa sallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum bersin. Lalu aku mengucapka n, ‘Yarhamuka llah (semoga Allah memberi Anda rahmat) ‘. Maka seluruh jamaah menujukan pandangann ya kepadaku. Aku berkata, Aduh, celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memelototi ku? Mereka bahkan menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Tetapi aku telah diam. Tatkala Rasulullah Shallallah u’alaihiwa sallam
selesai shalat, Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu (ungkapan sumpah
Arab), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajaran nya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardik ku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, ‘Sesungguh nya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an. ’ -Atau sebagaiman a yang disabdakan Rasulullah Shallallah u’alaihiwa sallam, Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah Shallallah u’alaihiwa sallam, sesungguhn ya aku dekat dengan masa jahiliyyah . Dan sungguh Allah telah mendatangk an agama Islam, sedangkan di antara kita ada beberapa laki-laki yang mendatangi dukun.’ Beliau bersabda, ‘Janganlah kamu mendatangi mereka.’ Dia berkata, ‘Dan di antara kita ada beberapa laki-laki yang bertathayy ur (berfirasa t sial).’ Beliau bersabda, ‘Itu adalah rasa waswas yang mereka dapatkan dalam dada mereka yang seringkali menghalang i mereka (untuk melakukan sesuatu), maka janganlah menghalang -halangi mereka. -Ibnu Shabbah berkata dengan redaksi, ‘Maka jangan menghalang i kalian-. Dia berkata, Aku berkata, ‘Di antara kami adalah beberapa orang yang menuliskan garis hidup.’ Beliau menjawab, ‘Dahulu salah seorang nabi menuliskan garis hidup, maka barangsiap a yang bersesuaia n garis hidupnya, maka itulah (yang tepat, maksudnya seorang nabi boleh menggambar kan masa yang akan datang, pent) ‘. Dia berkata lagi, Dahulu saya mempunyai budak wanita yang menggembal a kambing di depan gunung Uhud dan al-Jawwani yah. Pada suatu hari aku memeriksan ya, ternyata seekor serigala telah membawa seekor kambing dari gembalaann ya. Aku adalah laki-laki biasa dari keturunan bani Adam yang bisa marah sebagaiman a mereka juga bisa marah. Tetapi aku menamparny a sekali. Lalu aku mendatangi Rasulullah Shallallah u’alaihiwa sallam, dan beliau anggap tamparan itu adalah masalah besar. Aku berkata, (Untuk menebus kesalahank u), tidakkah lebih baik aku memerdekak annya? ‘ Beliau bersabda, ‘Bawalah dia kepadaku.’ Lalu aku membawanya
menghadap beliau. Lalu beliau bertanya, ‘Di manakah Allah? ‘ Budak itu
menjawab, ‘Di langit.’ Beliau bertanya, ‘Siapakah aku? ‘ Dia menjawab,
‘Kamu adalah utusan Allah.’ Beliau bersabda, ‘Bebaskanl ah dia, karena dia seorang wanita mukminah’. Telah menceritak an kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarka n kepada kami Isa bin Yunus telah menceritak an kepada kami al-Auza’i dari Yahya bin Abi Katsir dengan isnad ini hadits semisalnya (HR Muslim 836)
Hal yang utama dalam hadits tersebut adalah menyampaik an perkataan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bahwa “Sesungguhn ya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an.”. Hadits itupun dapat kita temukan dalam bab tentang tempat sholat bukan bab iman. Entah kenapa mereka menjadikan nya sebagai landasan i’tiqad / akidah.
Sebagaian ulama berpendapa t bahwa pertanyaan “Di mana” sekedar untuk mengetahui apakah budak tersebut adalah penyembah berhala (sesuatu di bumi atau buatan manusia) sebagaiman a
kebiasaan sebagian orang Arab pada waktu itu. Tidak bisa dijadikan
landasan keimanan /akidah karena ada juga yang menyembah matahari,
bulan, atau bintang yang merupakan tuhan di langit juga bagi mereka.
Imam Nawawi (w. 676 H/ 1277 M) dalam Syarah Shahih Muslim (Juz. 5 Hal. 24-25) maka ia mentakwilnya agar tidak menyalahah i Hadis Mutawatir dan sesuai dengan ushulus syariah. Yakni pertanyaan ‘Aina Allah? diartikan sebagai pertanyaan tentang kedudukan Allah bukan tempat Allah, karena aina dalam bahasa Arab bisa digunakan untuk menanyakan maqam (tempat) dan juga bisa digunakan untuk menanyakan makanah (kedudukan / derajat). Jadi maknanya; “Seberapa besar pengagunga nmu kepada Allah?”. Sedangkan jawaban Fis Sama’ diartikan dengan uluwul kodri jiddan (derajat Allah sangat tinggi)
Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapa t bahwa hadits tersebut syadz untuk dijadikan landasan menyangkut masalah akidah karena tidak dapat dikatakan “di mana” atau bagaimana bagi Allah Azza wa Jalla.
Ibnu Hajar al Asqallâni dalam Fathu al Bâri-nya,1 /221:
“Karena sesungguhn ya jangkauan akal terhadap rahasia-ra hasia ketuhanan itu terlampau pendek untuk menggapain ya, maka tidak boleh dialamatka n kepada ketetapan- Nya: Mengapa dan bagaimana begini? Sebagaiman a tidak boleh juga mengalamat kan kepada keberadaan Dzat-nya: Di mana?.”
Imam Sayyidina Ali ra juga mengatakan yang maknanya: “Sesungguh nya yang menciptaka n ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaa n tentang tempat), dan yang menciptaka n kayfa (sifat-sif at makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya bagaimana“
Imam al Qusyairi menyampaik an, ” Dia Tinggi Yang Maha Tinggi, Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “dimana Dia?”. Tidak ada upaya, jerih payah, dan kreasi-kre asi yang mampu menggambar i-Nya, atau menolak dengan perbuatan- Nya atau kekurangan dan aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai -Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahka n-Nya. Dia Dzat Yang Maha Tahu dan Kuasa“.
Tinjauan lebih lanjut tentang hadits tersebut selengkapn ya silahkan baca tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2010/06/12/ hadits-jari yah/
Kaum muslim sebaiknya mengikuti pemahaman atau pendapat jumhur ulama karena itulah sunnah Rasulullah
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menyampaik an, “Sesungguh nya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisih an
maka ikutilah as-sawad al a’zham (jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah,
Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al
Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahull ah dalam Fathul Bari XII/ 37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan : “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jamaah adalah Sawadul A’dzam.
Kita jangan mengikuti pemahaman yang menyempal atau keluar (kharaja)
dari pemahaman atau pendapat jumhur ulama. Keluar (kharaja) dari
pemahaman jama'ah kaum muslim atau keluar dari pemahaman atau pendapat
jumhur ulama dinamakan khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural)
dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam memperinga tkan kita untuk menghindar i pemahaman yang menyempal dari jamaah muslimin dan imamnya
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka“
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok- kelompok pemahaman /
sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian
merenggutmu kamu harus tetap seperti itu. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/ 135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/ 432. Abu Dawud no. 4244-4247.Bagh awi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Kemudian diceritaka n dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatka n
kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk
berpegang teguh pada Jamaah, karena Allah tidak akan mengumpulk an umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-k elompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/ sekte. Hindarilah semua firqah/ sekte itu jika kalian mampu untuk menghindar i terjatuh ke dalam keburukan” .
Lebih baik dan selamat, kita mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah disepakati
oleh jumhur ulama sejak dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin
ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak). Imam Mazhab yang empat
bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang sholeh. Imam Mazhab yang empat melihat langsung penerapan, perbuatan serta contoh nyata, jalan atau cara (manhaj) beribadah dari Salaf yang sholeh dan membukukan nya dalam kitab-kita b mereka.
Sekali lagi kami ingatkan, marilah kita mengikuti pemahaman
Imam Mazhab yang empat yang diperoleh dari lisannya Salaf yang Sholeh
yang diperoleh dari lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830