Paham sekulerism e adalah paham yang ditengarai diusung oleh kaum Zionis Yahudi. Paham yang awalnya dicitrakan sebagai pemisahan agama dari sistem pemerintah an atau negara seperti contoh kejatuhan kekhalifah an Turki Ustmani.
Diriwayatk an oleh Umamah al Bahiliy dari Rasulullah saw bersabda,”Ikatan-ik atan Islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya . Ikatan Islam yang pertama kali lepas adalah pemerintah an dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad)
Namun pada hakikatnya paham sekulerism e sebagaiman a disampaika n
oleh Ahmad Al Qashash dalam kitabnya Usus Al-Nahdha Al -Rasyidah
adalah pemisahan agama dari kehidupan manusia atau pemisahan Tuhan dari
kehidupan manusia.
Seluruh aktivitas manusia yakni sikap dan perbuatan manusia
harus dikaitkan dengan Allah Azza wa Jalla atau harus merujuk kepada
hukum Allah sebagaiman a yang termuat dalam Al Qur'an dan As Sunnah.
Sangat keliru mereka yang mengatakan bahwa “baik itu relatif tergantung sudut pandang manusia atau kesepakata n antar manusia”
Sikap dan perbuatan manusia yang buruk (sayyiah) adalah segala sikap dan perbuatan yang bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah.
Sikap dan perbuatan manusia yang baik (hasanah) adalah segala sikap dan perbuatan yang seusai atau tidak bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah.
Begitupula dengan segala hal yang baru (bid'ah) atau segala perbuatan manusia yang tidak pernah dilakukan atau dicontohka n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam harus merujuk kepada Al Qur'an dan As Sunnah.
Landasan kita memutuskan akan melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan atau dicontohka n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam adalah
Segala hal yang baru (bid'ah) yang bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah bid'ah dholalah
Segala hal yang baru (bid'ah) yang tidak bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah bid'ah hasanah atau bid'ah mahmudah.
Landasan ini disampaika n oleh Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf Sholeh, contohnya oleh Imam Syafi'i ~rahimahul lah,
قاَلَ الشّاَفِعِ ي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ، وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْ دَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Artinya ;
Imam Syafi’i ra berkata –Segala hal yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah ) dan menyalahi pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataa n sahabat) adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dholalah). Dan segala kebaikan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah )
dan tidak menyelahi pedoman tersebut maka ia adalah bid’ah yang
terpuji (bid’ah mahmudah atau bid’ah hasanah), bernilai pahala.
(Hasyiah Ianathuth- Thalibin –Juz 1 hal. 313)
Keliru pula mereka yang mengatakan bahwa ada perbuatan manusia yang ibadah dan non ibadah.
Sebagai hamba Allah maka seluruh sikap dan perbuatan kita
adalah untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla karena memang kita
diciptakan untuk itu.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Aku tidak menciptaka n jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
“Beribadahl ah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputm u” (QS al Hijr [15] : 99)
Ibadah terbagi dua yakni ibadah yang diwajibkan Nya atau amal ketaatan dan ibadah yang tidak diwajibkan Nya atau amal kebaikan
Dalam beberapa firman Allah ta'ala dapat kita temukan padanannya adalah orang beriman (mukmin) dan mengerjaka n amal shaleh (amal kebaikan) seperti contohnya yang artinya
“….Dan barangsiap a mengerjaka n
amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam
keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di
dalamnya tanpa hisab". (QS Al Mu’min [40]:40)
Dikatakan orang beriman (mukmin) jika mengerjaka n amal ketaatan
Firman Allah ta'ala yang artinya, “dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-oran g yang beriman (mukmin).” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Amal ketaatan adalah ibadah yang telah diwajibkan Nya, wajib dijalankan dan wajib dijauhi meliputi menjalanka n kewajiban jika ditinggalk an berdosa, menjauhi larangan dan pengharama n jika dilanggar / dikerjakan berdosa
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggal kan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjaka n berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu (dikerjaka n berdosa), maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi) .
Fungsi amal ketaatan adalah mendekatka n dari Surga dan menjauhkan dari Neraka.
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatka n kamu dari surga dan menjauhkan mu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatka n dari surga” = perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharama n (dikerjaka n berdosa)
Fungsi amal kebaikan adalah untuk mendekatka n diri kepada Allah ta'ala untuk meraih cintaNya atau ridhoNya
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya, "hamba-Ku tidak bisa mendekatka n diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (amal ketaatan), jika hamba-Ku terus menerus mendekatka n diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia." (HR Bukhari 6021)
Kesimpulan nya amal ketaatan suatu keharusan atau syarat sebagai hamba Allah atau disebut perkara syariat untuk mendekatka n dari Surga dan menjauhkan dari Neraka sedangkan amal kebaikan untuk mendekatka n diri kepada Allah ta'ala untuk meraih cintaNya atau ridhoNya.
Muslim yang menjalanka n amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalanka n amal kebaikan adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-ora ng yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-oran g yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-oran g yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-oran g yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Muslim yang meraih maqom disisiNya adalah orang-oran g yang telah dikaruniai ni'mat oleh Allah dan mereka sebenar-be narnya
berada di jalan yang liurus. Mereka minimal muslim yang sholeh,
berkumpul dengan 4 golongan manusia yang meraih maqom disisiNya yakni
para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan muslim yang sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-oran g yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:6-7 )
“Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi dan meraih maqom
disisiNya sehingga menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai
shiddiqin. Bermacam-m acam tingkatan shiddiqin sebagaiman a yang diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/14/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “sesungguhn ya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Subhanau wa ta’ala“.
Seorang dari shahabatny a berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah ? Semoga kita dapat mencintai mereka.
Nabi shallallah u alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluarga an dan bukan karena harta benda, wajah-waja h mereka memancarka n cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mim bar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakann ya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya diantara hamba-hamb aku
itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan
pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatka n maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”
Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka, mudah-muda han kami menyukainy a“.
Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya,
dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut
seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhn ya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatir an terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Yunus [10]:62 )
Wali Allah adalah mereka yang meminta pasti Allah Azza wa Jalla akan mengabulka nnya.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah ta’ala berfirman, “jika Aku sudah mencintain ya, maka Akulah pendengara nnya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangann ya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikann ya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku , pasti Kuberi, dan jika meminta perlindung an kepada-KU, pasti Ku-lindung i. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaiman a keragu-rag uan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR Bukhari 6021)
Contoh Wali Allah di kalangan Tabi'in adalah Uwais ra
Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
“Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?”.
Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhati kannya dengan penuh selidik.
“Siapa namamu?” tanya Umar.
“Aku Uwais”, jawabnya datar.
“Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.
“Benar, Amirul Mu’minin”, jawab Uwais tegas.
Umar masih penasaran lalu bertanya kembali “Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?” (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).
“Benar, Amirul Mu’minin, dulu aku terkena penyakit kulit “belang”, lalu aku berdo’a kepada Allah agar disembuhka n. Alhamdulil lah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatk anku kepada Tuhanku”.
“Mintakan aku ampunan kepada Allah”.
Uwais terperanja t mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan penuh keheranan. “Wahai Amirul Mu’minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?”
Lalu Umar berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berkata “Sesungguh nya sebaik-bai k Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhiny a, pernah sakit belang dan disembuhka n Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah”
Uwais lalu mendoa’kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutka n perjalanan ke Kufah. (HR Ahmad)
Wali Allah adalah mereka yang bermakrifa t atau mereka yang menyaksika n Allah dengan hati (ain bashiroh) sehingga shiddiqin, membenarka n
bahwa tiada selain Allah. Selain Allah ta'ala adalah tiada, fana,
adam atau dikatakan oleh Buya Hamka , ulama pakar syariat yang pada
akhirnya menjalanka n tasawuf dengan ungkapan bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi “hampa” sebagaiman a yang dapat diketahui dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/08/28/ hampa/
Begitupula dalam pencairan Bung Karno bagaimana mati dengan keadaan tersenyum, mati dalam keadaan menyaksika n hanyalah Allah ta'ala sebagaiman a yang dapat diketahui dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/09/ sukarno-dan -mati-seny um/
Jika belum dapat bermakrifa t atau menyaksika n Allah ta'ala dengan hati (ain bashiroh) maka setiap akan bersikap atau berbuat , ingatlah selalu sabda Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yakni , "jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu" (HR Muslim)
Muslim yang meyakini diawasi/ dilihat
oleh Allah -Maha Agung sifatNya atau muslim yang ihsan atau muslim
yang dapat melihat Rabb dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang
bermakrifa t maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya ,
mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari
melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam
berakhlaku l karimah. Inilah tujuan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Sesungguhn ya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Hakikat beragama atau hakikat kehidupan adalah untuk meraih
cintaNya. Jalannya adalah berupaya mencintai Allah dan RasulNya dengan
menjadi muslim yang berakhlaku l karimah, muslim yang ihsan, muslim yang bermakrifa t yakni muslim yang menyaksika n Allah dengan hati (ain bashiroh)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830