Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

2440. FIRQOH-FIRQOH DALAM MASALAH QADLA & QADAR

PERTANYAAN :
Ada yang tahu, agama yang tidak percaya takdir, itu agama apa ? [Fhatia Puspa Pradini].
JAWABAN :
Yang tidak percaya takdir adalah aliran sesat qodariyah. Firqah-Firqah Dalam Masalah Qadla Dan Qadar :
Dalam masalah Qadla dan Qadar umat Islam terpecah menjadi tiga golongan. Kelompok pertama disebut dengan golongan Jabriyyah, kedua disebut dengan golongan Qadariyyah, dan ketiga adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Golongan pertama dan golongan ke dua adalah golongan sesat, dan hanya golongan ke tiga yang selamat. Kelompok pertama, yaitu golongan Jabriyyah, berkeyakinan bahwa para hamba itu dipaksa (Majbûr) dalam segala perbuatannya, mereka berkeyakinan bahwa seorang hamba sama sekali tidak memiliki usaha atau ikhtiar (al-Kasab) dalam perbuatannya tersebut.
Bagi kaum Jabriyyah, manusia laksana sehelai bulu atau kapas yang terbang ditiup angin, ia mengarah ke manapun angin tersebut membawanya.
Keyakinan sesat kaum Jabariyyah ini bertentangan dengan firman Allah :
:وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (التكوير: 29)“
Dan kalian tidaklah berkehendak kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. at-Takwir: 29).
Ayat ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa manusia diberi kehendak (al-Masyî-ah) oleh Allah, hanya saja kehendak hamba tersebut dibawah kehendak Allah. Pemahaman ayat ini berbeda dengan keyakinan kaum Jabriyyah yang sama sekali menafikan Masyi’ah dari hamba.
Bahkan dalam ayat lain secara tegas dinyatakan bahwa manusia memiliki usaha dan ikhtiar (al-Kasb), yaitu dalam firman Allah
:لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ (البقرة: 286)“
Bagi setiap jiwa -balasan kebaikan- dari segala apa yang telah ia usahakan – dari amal baik-, dan atas setiap jiwa -balasan keburukan- dari segala apa yang ia usahakan -dari amal buruk-”. (QS. al-Baqarah: 286).
Kebalikan dari golongan Jabriyyah adalah golongan Qadariyyah.
Kaum ini memiliki keyakinan bahwa manusia memiliki sifat Qadar (menentukan) dalam melakukan segala amal perbuatannya tanpa adanya kehendak dari Allah terhadap perbuatan-perbuatan tersebut. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, tetapi manusia sendiri yang menciptakan perbuatan-perbuatannya tersebut.
Terhadap golongan Qadariyyah yang berkeyakinan seperti ini kita tidak boleh ragu sedikitpun untuk mengkafirkannya, mereka bukan orang-orang Islam. Karenanya, para ulama kita sepakat mengkafirkan kaum Qadariyyah yang berkeyakinan semacam ini.
Kaum Qadariyyah yang berkeyakinan seperti itu telah menyekutukan Allah dengan makhluk-makhluk-Nya, karena mereka menetapkan adanya pencipta kepada selain Allah, di samping itu mereka juga telah menjadikan Allah lemah (‘Âjiz), karena dalam keyakinan mereka Allah tidak menciptakan segala perbuatan hamba-hamba-Nya.
Padahal di dalam al-Qur’an Allah berfirman
:قُلِ اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ (الرعد:
16)“Katakan (Wahai Muhammad), Allah adalah yang menciptakan segala sesuatu”. (QS. ar-Ra’ad: 16).
Mustahil Allah tidak kuasa atau lemah untuk menciptakan segala perbuatan hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah yang menciptakan segala benda, dari mulai benda paling kecil bentuknya, yaitu adz-Dzarrah, hingga benda yang paling besar, yaitu arsy, termasuk tubuh manusia yang notabene sebagai benda juga ciptaan Allah. Artinya, bila Allah sebagai Pencipta segala benda tersebut, maka demikian pula Allah sebagai Pencipta bagi segala sifat dan segala perbuatan dari benda-benda tersebut. Sangat tidak logis jika dikatakan adanya suatu benda yang diciptakan oleh Allah, tapi kemudian benda itu sendiri yang menciptakan sifat-sifat dan segala perbuatannya. Karena itu Imam al-Bukhari telah menuliskan satu kitab berjudul “Khalq Af’âl al-‘Ibâd”, berisi penjelasan bahwa segala perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, bukan ciptaan manusia itu sendiri.
Dengan demikian menjadi sangat jelas bagi kita kesesatan dan kekufuran kaum Qadariyyah, karena mereka menetapkan adanya pencipta kepada selain Allah. Mereka telah menjadikan Allah setara dengan makhluk-makhluk-Nya sendiri; sama-sama menciptakan. Mereka tidak hanya menetapkan adanya satu sekutu bagi Allah tapi mereka menetapkan banyak sekutu bagi-Nya, karena dalam keyakinan mereka bahwa setiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya masing-masing, sebagimana Allah adalah Pencipta bagi tubuh-tubuh semua manusia tersebut. Na’ûdzu Billâh.
Golongan ke tiga, yaitu Ahlussunnah Wal Jama’ah, adalah golongan yang selamat. Keyakinan golongan ini adalah keyakinan yang telah dipegang teguh oleh mayoritas umat Islam dari masa ke masa, antar genarasi ke genarasi. Dan inilah keyakinan yang telah diwariskan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Mereka menetapkan bahwa tidak ada pencipta selain Allah.
Hanya Allah yang menciptakan semua makhluk, dari mulai dzat atau benda yang paling kecil hingga benda yang paling besar, dan Allah pula yang menciptakan segala sifat dan segala perbuatan dari benda-benda tersebut.
Perbuatan manusia terbagi kepada dua bagian;
1.Pertama, Af’âl Ikhtiyâriyyah, yaitu segala perbuatan yang terjadi dengan inisiatif, usaha, kesadaran, dan dengan ikhtiar dari manusia itu sendiri, seperti makan, minum, berjalan, dan lain-lain.
2.Kedua; Af’âl Idlthirâriyyah, yaitu segala perbuatan manusia yang terjadi di luar usaha, dan di luar ikhtiar manusia itu sendiri, seperti detak jantung, aliran darah dalam tubuh, dan lain sebagainya.
Dalam keyakinan Ahlussunnah; seluruh perbuatan manusia, baik Af’âl Ikhtiyâriyyah, maupun Af’âl Idlthirâriyyah adalah ciptaan Allah.
Kesesatan Faham Mu’tazilah Yang Menetapkan Bahwa Manusia Sebagai Pencipta Bagi PerbuatannyaUlama Ahlussunnah telah menetapkan bahwa kaum Mu’tazilah yang berkeyakinan manusia menciptakan perbuatannya sendiri telah keluar dari Islam. Karena dengan demikian mereka telah menetapkan adanya pencipta kepada selain Allah.
Pengertian “menciptakan” dalam hal ini ialah: “Mengadakan dari tidak ada menjadi ada” (al-Ibrâz Min al-‘Adam Ilâ al-Wujûd). Keyakinan Mu’tazilah semacam ini menyalahi banyak teks-teks syari’at, baik ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits-hadits Rasulullah. Dalam al-Qur’an di antaranya firman Allah
:هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ (فاطر: 3)
“Adakah pencipta selain Allah?!” (QS. Fathir: 3).
Ayat ini bukan untuk menanyakan atau menetapkan adanya pencipta kepada selain Allah. Tapi “pertanyaan” dalam ayat ini di sini disebut dengan Istifhâm Inkâri; artinya untuk mengingkari adanya pencipta kepada selain Allah dan untuk menetapkan bahwa yang menciptakan itu hanya Allah saja.
Dalam ayat lain Allah berfirman
:قُلِ اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ (الرعد:
16)“Katakan (wahai Muhammad), Allah adalah Pencipta segala sesuatu” (QS. ar-Ra’d: 16).“
Segala sesuatu” yang dimaksud dalam ayat ini mencakup secara mutlak segala apapun selain Allah, termasuk dalam hal ini tubuh manusia dan segala sifat yang ada padanya, dan juga termasuk segala perbuatannya. Jika tubuh manusia kita yakini sebagai ciptaan Allah, maka demikian pula sifat-sifat yang ada pada tubuh tersebut; seperti gerak, diam, melihat, mendengar, makan, minum, berjalan dan lain sebagainya, sudah tentu itu semua juga harus kita yakini sebagai ciptaan Allah. Selain dua ayat ini masih banyak ayat lainnya menyebutkan dengan sangat jelas bahwa Allah Pencipta segala sesuatu.
Kaum Mu’tazilah atau kaum Qadariyyah yang kita sebutkan di atas adalah kaum yang digambarkan oleh Rasulullah dalam haditsnya sebagai kaum Majusi dari umatnya ini. Dalam sebuah hadits masyhur Rasulullah bersabda :
:القَدَرِيّةُ مَجُوْسُ هذِهِ الأمّةِ (رواه أبو داود)
“Kaum Qadariyyah adalah kaum Majusi-nya umat ini” (HR. Abu Dawud).
Kaum Mu’tazilah adalah kaum yang ditentang keras oleh sahabat Abdullah ibn Umar, dan para sahabat terkemuka lainnya, juga oleh para ulama pasca sahabat. Sahabat Abdullah ibn Abbas berkata: “Perkataan kaum Qadariyyah adalah kekufuran”.
Sahabat Ali ibn Abi Thalib suatu ketika berkata kepada seorang yang berfaham Qadariyyah: “Jika engkau kembali kepada keyakinan tersebut maka akan saya penggal kepalamu!”. Demikian pula al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib sangat kuat menentang faham Qadariyyah ini.
Lalu Abdullah ibn al-Mubarak, salah seorang imam mujtahid, telah memerangi faham Tsaur ibn Yazid dan Amr ibn Ubaid; yang keduanya adalah pemuka Mu’tazilah. Bahkan cucu Ali ibn Abi Thalib, yaitu al-Hasan ibn Muhammad ibn al-Hanafiyyah, telah menulis beberapa risalah sebagai bantahan terhadap kaum Mu’tazilah tersebut. Demikian pula Imam al-Hasan al-Bashri, al-Khalîfah ar-Râsyid Imam al-Mujtahid Umar ibn Abd al-Aziz, dan Imam Malik ibn Anas telah mengkafirkan kaum Qadariyyah.
Bahkan telah diriwayatkan oleh Abu Bakar ibn al-‘Arabi dan Badruddin az-Zarkasyi dalam Syarh Jama’ al-Jawâmi’ bahwa suatu ketika Imam Malik ditanya tentang hukum pernikahan seorang yang berfaham Mu’tazilah, lalu Imam Malik menjawab dengan ayat al-Qur’an
:وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكٍ (البقرة:
221)“Seorang hamba sahaya yang mukmin benar-benar lebih baik dari pada seorang yang musyrik”. (QS. al-Baqarah: 221).
Demikian pula Imam Abu Manshur al-Maturidi telah mengkafirkan kaum Qadariyyah. Hal yang sama juga dikemukan oleh Imam Abu Manshur Abd al-Qahir al-Baghdadi (w 429 H); salah seorang imam terkemuka di kalangan ulama Asy’ariyyah, guru dari al-Hâfizh al-Bayhaqi, dalam Kitâb Ushûl ad-Dîn, hlm. 337, hlm. 341, hlm. 342, dan hlm. 343, menuliskan: “Seluruh para sahabat kami telah sepakat di atas mengkafirkan Mu’tazilah”.
Pernyataan beliau “Seluruh para sahabat kami” yang dimaksud adalah para ulama terkemuka dari kaum Asy’ariyyah Syafi’iyyah, karena Abu Manshur al-Baghdadi adalah seorang imam terkemuka di kalangan Ahlussunnah madzhab asy-Syafi’i. Beliau sangat dikenal di antara para ulama ahli teologi, ahli fiqih, maupun ahli sejarah, terlebih di antara para ulama yang menulis tentang firqah-firqah dalam Islam beliau adalah rujukannya, karena beliau yang telah menuslis kitab fenomenal tentang firqah-firqah dalam Islam yang berjudul al-Farq Bayn al-Firaq.
Kemudian al-Hâfizh Imam Muhammad Murtadla az-Zabidi dalam kitab Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn, j. 2, hlm. 135, menuliskan: “Para ulama yang berada di seberang sungai Jaihun (ulama Maturidiyyah Hanafiyyah yang berada di Bilâd Mâ Warâ’ an-Nahr) tidak pernah berhenti mengkafirkan kaum Mu’tazilah (yang berkeyakinan bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri)”.Di antara ulama lainnya yang telah mangkafirkan faham Mu’tazilah yang mengatakan bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri adalah; Syaikh al-Islâm Imam al-Bulqini dan Imam al-Mutawalli dalam kitab al-Ghunyah; keduanya adalah ulama terkemuka pada tingkatan Ash-hâb al-Wujûh dalam madzhab asy-Syafi’i, satu level di bawah tingkatan Mujtahid Mutlaq. Di antara ulama lainnya; Imam Abu al-Hasan Syist ibn Ibrahim al-Maliki, Imam ibn at-Tilimsani al-Maliki dalam kitab Syarh Luma’ al-Adillah, dan masih banyak lagi.
(Lebih luas tentang bantahan terhadap kaum Qadariyyah baca Sharîh al-Bayân Fî ar-Radd ‘Alâ Man Khâlaf al-Qur’ân karya al-Hâfizh al-Habasyi, j. 1, hlm. 31-63). [Timur Lenk].
LINK DISKUSI :

www.fb.com/groups/piss.ktb/608864302469715/