Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

0329. HUKUM JADI PENGEMIS DAN PENGAMEN JALANAN

PERTANYAAN :
‎Selamat siang para pemberi ilmu yang baik hati dan yang saya cintai. :)
1.Sempat dengar tausiah dari salah satu Ustadz di tv kalau haram hukumnya minta-minta apalagi kalau umurnya msh muda dan dalam keadaan yang sehat walafiat, terus kalau yang memberi, hukumnya bagaimana yah ?
2.Kalau pengamennya masih muda, terus punya badan tegap dan dalam keadaan sehat, hukumnya bagaimana ? terus, yang memberi hukumnya juga bagaimana ?
3.Kalau lagi puasa, boleh tidak jilat bibir ? [Ri Ly].
JAWABAN :
1. Memberi uang kepada pengemis dapat dianggap bersedekah. Maka hukumnya sunnah, karena bersedekah hukum asalnya sunnah. Wahbah az-Zuhaili berkata,“Sedekah tathawwu’ (sedekah sunnah / bukan zakat) dianjurkan (mustahab) dalam segala waktu, dan hukumnya sunnah berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.” (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/389).
Dalil Al-Qur`an antara lain (artinya),“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (QS Al-Baqarah [2] : 245). Dalil As-Sunnah misalnya sabda Nabi SAW,”Barangsiapa memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Barangsiapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan barangsiapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah).” (HR Abu Dawud no 1432; Tirmidzi no 2373 ).
Namun hukum asal sunnah ini bisa berubah bergantung pada kondisinya. Sedekah dapat menjadi wajib. Misalnya ada pengemis dalam kondisi darurat (mudhthar), yakni sudah kelaparan dan tak punya makanan sedikit pun, sedang pemberi sedekah mempunyai kelebihan makanan setelah tercukupi kebutuhannya. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Dalam kondisi seperti ini, sedekah wajib hukumnya. Sebab jika tak ada cara lain menolongnya kecuali bersedekah, maka sedekah menjadi wajib, sesuai kaidah fiqih : “Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib.” (Jika suatu kewajiban tak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, 1/111).
Sedekah dapat menjadi haram hukumnya, jika diketahui pengemis itu akan menggunakan sedekah itu untuk kemaksiatan. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Misalnya, digunakan untuk berjudi, berzina, atau minum khamr. Hukum sedekah dalam kondisi ini menjadi haram, karena telah menjadi perantaraan (wasilah) pada yang haram. Kaidah fikih menyebutkan,”Al-Wasilah ila al-haram haram.” (Segala perantaraan menuju yang haram, haram hukumnya). (M. Shidqi al-Burnu, Mausu’ah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, 12/200).
Sedekah kepada pengemis juga menjadi haram, jika diketahui pengemis itu tidak termasuk orang yang boleh mengemis (meminta-minta), misalnya bukan orang miskin. Dalam masalah ini ada dalil khusus yang mengharamkan meminta-minta, kecuali untuk tiga golongan tertentu. Sabda Nabi SAW,”Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk tiga golongan : orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi’), orang yang terlilit utang (dzi ghurm mufzhi’), dan orang yang berkewajiban membayar diyat (dzi damm muuji’).” (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194).
Jadi kalau seorang pengemis sebenarnya bukan orang miskin, haram baginya meminta-meminta. Demikian pula pemberi sedekah, haram memberikan sedekah kepadanya, jika dia mengetahuinya. Dalam kondisi ini pemberi sedekah turut melakukan keharaman, karena dianggap membantu pengemis tersebut berbuat haram. Kaidah fikih menyebutkan : “Man a’ana ‘ala ma’shiyyatin fahuwa syariik fi al itsmi” (Barangsiapa membantu suatu kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat kemaksiatan itu.). (Syarah Ibnu Bathal, 17/207).
2. PENGAMEN itu termasuk dihukumi sebagai sail (pengemis) dan bukan termasuk pekerja (ajir). Kita diperbolehkan memberi mereka selama tidak menduga uang pemberian itu digunakan untuk maksiat. Jika kita menduga digunakan untuk maksiat, maka hukumnya haram, selama tidak takut dilecehkan oleh sail tersebut. Adapun hukum mengamen adalah haram, selama dia mampu bekerja di tempat lain menurut qaul yang lebih kuat.
Dasar Pertimbangan Hukum :
- Kifayat al Akhyar I hal 298 :
وحق عقد الإجارة: عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبدل والإباحة بعوض معلوم ... إلى ان قال: وقولنا قابلة للبذل والإباحة فيه احتراز عن استئجار آلات اللهو كالطنبور ، والمزمار، والرباب ونحوها، فإن استئجارها حرام، ويحرم بذل الأجرة في مقابلتها، ويحرم أخذ الأجرة لأنه من قبيل أكل أموال الناس بالباطل، وكذا لا يجوز استئجار المغاني
- Ahkam al Quran li al Jassos II hal 303 :
(ولاتعاونوا على الإثم و العدوان) أي نهى عن معاونة غيرنا على معاصى الله تعالى
3. Menjilati bibir sendiri tidak apa-apa saat berpuasa, sepanjang tidak membuat suatu benda lain yang menempel di bibirnya itu ditelannya, bila hanya untuk agar membuat basah bibirnya insya Allah tidak apa-apa. Wallohu a'lam. [Mbah Jenggot II, Zaine].