Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

5731. APAKAH ANAK / ORANG AUTIS MASIH TERKENA KEWAJIBAN SHOLAT ?

PERTANYAAN :

Asalamu'alaikum, apakah orang yang autis masih diwajibkan sholat ? [اكسن نغره].

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Sebelum menghukumi anak autis, berikut artikel tentang autis :

Neurodiversity, keragaman saraf dan autisme
Hanya karena sebuah komputer tidak menggunakan sistem operasi Windows, bukan berarti komputer itu rusak. Pemahaman itu dapat menjadi dasar bagi kita untuk memahami neurodiversity atau keragaman saraf. Sebuah gagasan bahwa perbedaan sistem saraf seperti autisme dan ADHD merupakan hal normal, variasi alami dalam gen manusia.
Neurodiversity adalah istilah yang diciptakan sosiolog Judy Singer pada akhir '90-an. Wired melansir, Singer yang juga berada dalam spektrum autisme berharap dapat mengalihkan fokus wacana mengenai cara berpikir dan belajar yang tak biasa, menjauh dari anggapan bahwa itu merupakan kekurangan, gangguan, dan cacat.
Kathryn Boundry dalam catatannya, Radical Psychology mengungkap, gerakan neurodiversity dipicu oleh pidato Jim Sinclair --seorang autis-- dalam konferensi autisme internasional di Toronto pada 1993. Dalam pidato berjudul Don't Mourn for Us itu, Sinclair meminta para orang tua yang memiliki anak dengan autisme untuk memahami bahwa autisme adalah cara hidup. Sinclair bilang, orang tua anak dengan autisme tidak kehilangan anak, melainkan ilusi. Sosok anak ideal yang ada di bayangan mereka. Juga hubungan serta pengalaman yang mereka impikan bersama anak. Mereka harus berduka atas hilangnya ilusi tersebut dan menerima anak sesuai dengan keadaannya.
Sejalan waktu, istilah neurodiversity kian populer hingga muncul di media cetak pada 1998. Tepatnya dalam artikel The Atlantic, ditulis oleh jurnalis Harvey Blume.
Pengakuan dan paksaan
Para aktivis neurodiversity memandang bahwa mereka yang didiagnosa dengan ADHD, bipolar, disleksia, dan sindrom kejiwaan, intelektual serta emosional lain selayaknya diperlakukan apa adanya. Menurut tulisan Amanda Baggs, seorang autis, dalam Autistics dot org, membuat mereka mengikuti standar perilaku orang pada umumnya adalah paksaan.
Yang membuat orang dengan keragaman saraf sakit dan kesusahan adalah tekanan untuk mengikuti norma sosial, dan kebiasaan orang pada umumnya. Bicara kesembuhan bagi orang dengan autisme layaknya menyerang cara hidup mereka. Begitu kata John Elder Robison yang dalam spektrum autisme, juga orang tua dari seorang anak laki-laki dengan autisme. "Mereka membenci kata itu seperti kelompok lain tak suka bicara 'menyembuhkan preferensi seksual gay'. Sebagai orang dewasa dengan autisme, mengenali bahwa saya berbeda, bukan cacat, adalah sikap yang lebih baik," pungkas Robison.
Sains mendukung gagasan ini. Perkembangan ilmu saraf menyatakan perbedaan neurologis adalah normal, tidak harus disamakan dengan kekurangan. Hal ini dinyatakan ahli saraf Dr. Antonio Damasio dalam artikel Neurodiversity Forever: The Disability Movement Turns to Brains yang dimuat The New York Times.
"Segala upaya yang kami lakukan di bidang ilmu saraf menunjukkan bahwa ada banyak cara unik dalam pengaturan otak manusia. Ada berbagai macam manusia kreatif dan sukses di baliknya. Untuk sementara, ini akan jadi proses tanpa henti, karena akan ada semakin banyak penemuan orang-orang yang disebut cacat, padahal dengan cara pandang lain, apa yang ia miliki itu bisa juga dianggap keahlian," papar Damasio.
Jika sebagai manusia, kita terus menemukan keberanian untuk membuka diri satu sama lain, saling mendengar, perubahan yang lebih baik akan jadi mungkin di masa depan.

Bisa jadi orang awam bilang autis, tapi setelah dikonsultasikan ke medis, adalah ADHD. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.

Sehingga menentukan seseorang menyandang autis itu tidak mudah, memerlukan rujukan ahli, misalnya psikiater, psikolog, dan dokter spesialis kejiwaan. Jadi, kalau melihat berbagai gejala dan yang terjadi kepada penderita autis hubungannya dengan kewajiban shalat, adalah selama penderita itu bisa mendatangkan syarat sah, syarat wajib, dan rukun-rukunnya tetap saja shalatnya wajib.

Gejala gangguan spektrum autisme pada tiap orang berbeda-beda, ada yang gejalanya parah dan ada yang tidak. Gejala autisme umumnya menyerang kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Tak jarang, ia lebih sering menyendiri dibanding harus main dengan teman-teman sebayanya. Anak-anak dengan gangguan spektrum autisme juga memiliki gejala yang suka mengulang beberapa gerakan dan perilaku, menghindari kontak mata lawan bicara, atau bahkan terobsesi dengan mainan tertentu.
Gejala pada fakta tentang autis ini bisa diperhatikan orangtua. Antara lain bila anak Anda mengalami perilaku sensitif terhadap suara, tidak menanggapi ucapan Anda, atau tidak tertarik terhadap suatu objek yang memang menarik.

Untuk bahan kajian:

Kalau melihat di Republika di atas, jenis-jenis Autis itu berbeda-beda. Ya kalau yang kita kenal sehari-hari dengan keadaan autis yang seolah sudah anti sosial dan tidak bisa merespon mungkin saja akalnya kurang sempurna, akibat gangguan mental. Tapi ternyata masalah autis itu bermacam-macam.
Jika bentuk autisnya sudah jelas, jika autisnya seperti itu SELAMA kondisinya seperti itu tetap harus melakukan shalat dengan qayyid semampunya saja, dan lil ihtiyath (kehati-hatian). Dan tetap saja pahalanya ada. Kami berkesimpulan bila kondisi autisnya menyamai anak yang sudah mumayyiz / tamyiz mampu membedakan benar dan salah walaupun sederhana tetap harus shalat.

Hanya saja bagaimana bila kondisinya seperti anak yang belum mumayyiz, belum tamyiz apakah wajib shalatnya atau tidak? Dalam fiqih ada istilah " المعتوه", ada yang baca al Mu'tawih ada yang baca al Ma'tuh. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut :

Al-Mu’tawih (al Ma'tuh) adalah orang yang lemah pemahamannya, kata-katanya kacau, kontrol dirinya rusak karena akalnya kacau, baik dari sejak lahir atau karena sakit yang muncul kemudian. Jika lemahnya pemahaman semakin parah, dan dia belum tamyiz, maka dia sama dengan orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz, semua perbuatannya dinilai batal. Kitab-kitab fiqih menyamakan kelemahan akalnya dengan gila.

Karena bila seperti anak yang belum tamyiz itu 'adamut takliif, (عدم التكليف), sementara di antara syarat shalat itu ya harus mukallaf, aqalnya sempurna dan mencapai usia baligh. Mohon ma'af bila istilah ini di-ilhaqkan ke kata "junun" dan anak yang belum tamyiz karena melihat teks fiqih saja.

Dalam kitab Shohih Albukhori disebutkan : Dan berkata Ali krw : "Apakah kamu tidak tahu, sungguh bahwa qolam diangkat dari 3 orang yaitu :
1. Dari orang gila sampai waras
2. Dari Anak kecil sampai baligh
3. Dari orang tidur sampai bangun.

Sehingga selama orang autis tersebut waras, sudah baligh maka wajib sholat. Tinggal autisnya bagaimana, ada yang malah genius, bahkan ada klaim kalau orang Autis itu kebanyakan genius.

Mengapa Penderita Autisme Biasanya Cerdas, Bahkan Genius ? Anda mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang percaya bahwa orang yang mengidap autisme biasanya pandai berhitung, menggunakan logika, atau menciptakan karya seni yang megah. Sebut saja Albert Einstein, Sir Isaac Newton, dan Mozart. Mereka adalah tokoh-tokoh bersejarah yang dipercaya sebagai orang genius.
Namun, tahukah Anda bahwa ketiganya memiliki satu kesamaan, yaitu mengidap autisme? Dari banyak contoh lain, masyarakat pun akhirnya membangun kesimpulan bahwa orang dengan autisme biasanya cerdas dan sangat berbakat dalam suatu bidang tertentu.
[www.hellosehat.com/pusat-kesehatan/autisme/kenapa-autisme-biasanya-cerdas/amp/]

Jika seperti itu, maka orang terkena autis itu sama saja seperti orang biasa, terkena taklif syariat alias wajib sholat selama waras dan sudah baligh.

Pendapat lain, jika menilik beberapa diskusi ahli Fiqih timur tengah, dan juga ada salah satu jurnal penelitian yang khusus mengkaji Autism dan ASD, bahwa : التوحد أو الذاتوية (Autism) itu termasuk salah satu gejala penyakit medis dalam golongan:
المسماة باللغة الطبية " اضطرابات في الطيف الذاتوي "
(Autism Spectrum Disorders - ASD)
Maka anak autis itu :
1. Belum masuk kategori tamyiz
2. Belum termasuk yang terkena taklif dan khitob, karena untuk dapat terkena taklif dan khitob, harus aqal yang sempurna.
Hal ini dengan dasar pengambilan dari Kitab Syafiiyah Al Ihkam Fi Ushulil Ahkam Imam Al Amidi, senada dengan Kitab Irsayadul Fuhul Imam Asy-Syaukani, juga beberapa syarah Kitab Al Waraqaat.

Kesimpulannya : Jika setelah dikonsultasikan pada psikiater, psikolog, dan dokter spesialis kejiwaan, seseorang / anak divonis sebagai autis, tidak lantas gugur kewajiban shalat baginya, namun dilihat perilaku dan keadaannya. Jika memenuhi syarat tamyiz dan baligh, maka wajib shalat, jika tidak terpenuhi maka tidak wajib shalat. Wallohu a'lam. [Muh Jayus, Aas Ahmad Hulasoh, الخريدة البهية].

Ibarot :

- kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu :

المعتوه: هو من كان قليل الفهم، مختلط الكلام، فاسد التدبير لاضطراب عقله، سواء من أصل الخلقة، أو لمرض طارئ. فإن كان العته شديداً، والمعتوه غير مميز، فهو كالمجنون والصغير غير المميز، تكون تصرفاته كلها باطلة. وقد ألحقت كتب الفقهاء العته بالجنون

- kitab Shohih Albukhori :

وَقَالَ عَلِيٌّ: " أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ القَلَمَ رُفِعَ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ المَجْنُونِ حَتَّى يُفِيقَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يُدْرِكَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ [البخاري ,صحيح البخاري ,7/45]

الإحكام في أصول الأحكام - الآمدي
اتَّفَقَ الْعُقَلَاءُ عَلَى أَنَّ شَرْطَ الْمُكَلَّفِ أَنْ يَكُونَ عَاقِلًا فَاهِمًا لِلتَّكْلِيفِ ; لِأَنَّ التَّكْلِيفَ وَخِطَابَ مَنْ لَا عَقْلَ لَهُ وَلَا فَهْمَ مُحَالٌ كَالْجَمَادِ وَالْبَهِيمَةِ .
وَمَنْ وُجِدَ لَهُ أَصْلُ الْفَهْمِ لِأَصْلِ الْخِطَابِ ، دُونَ تَفَاصِيلِهِ مِنْ كَوْنِهِ أَمْرًا وَنَهْيًا ، وَمُقْتَضِيًا لِلثَّوَابِ وَالْعِقَابِ وَمِنْ كَوْنِ الْآمِرِ بِهِ هُوَ اللَّهُ تَعَالَى ، وَأَنَّهُ وَاجِبُ الطَّاعَةِ ، وَكَوْنِ الْمَأْمُورِ بِهِ عَلَى صِفَةِ كَذَا وَكَذَا كَالْمَجْنُونِ وَالصَّبِيِّ الَّذِي لَا يُمَيِّزُ ، فَهُوَ بِالنَّظَرِ إِلَى فَهْمِ التَّفَاصِيلِ كَالْجَمَادِ وَالْبَهِيمَةِ بِالنَّظَرِ إِلَى فَهْمِ أَصْلِ الْخِطَابِ ، وَيَتَعَذَّرُ تَكْلِيفُهُ أَيْضًا إِلَّا عَلَى رَأْيِ مَنْ يَجُوزُ التَّكْلِيفُ بِمَا لَا يُطَاقُ ; لِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنَ التَّكْلِيفِ كَمَا يَتَوَقَّفُ عَلَى فَهْمِ أَصْلِ الْخِطَابِ ، فَهُوَ مُتَوَقِّفٌ عَلَى فَهْمِ تَفَاصِيلِهِ .
وَأَمَّا الصَّبِيُّ الْمُمَيِّزُ وَإِنْ كَانَ يَفْهَمُ مَا لَا يَفْهَمُهُ غَيْرُ الْمُمَيِّزِ ، غَيْرَ أَنَّهُ أَيْضًا غَيْرُ فَاهِمٍ عَلَى الْكَمَالِ مَا يَعْرِفُهُ كَامِلُ الْعَقْلِ مِنْ وُجُودِ اللَّهِ تَعَالَى ، وَكَوْنِهِ مُتَكَلِّمًا مُخَاطَبًا مُكَلَّفًا بِالْعِبَادَةِ وَمِنْ وُجُودِ الرَّسُولِ الصَّادِقِ الْمُبَلِّغِ عَنِ اللَّهِ تَعَالَى ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ مَقْصُودُ التَّكْلِيفِ .
فَنِسْبَتُهُ إِلَى غَيْرِ الْمُمَيِّزِ كَنِسْبَةِ غَيْرِ الْمُمَيِّزِ إِلَى الْبَهِيمَةِ فِيمَا يَتَعَلَّقُ بِفَوَاتِ شَرْطِ التَّكْلِيفِ وَإِنْ كَانَ مُقَارِبًا لِحَالَةِ الْبُلُوغِ ، بِحَيْثُ لَمْ يَبْقَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبُلُوغِ سِوَى لَحْظَةٍ وَاحِدَةٍ .
فَإِنَّهُ وَإِنْ كَانَ فَهْمُهُ كَفَهْمِهِ الْمُوجِبِ لِتَكْلِيفِهِ بَعْدَ لَحْظَةٍ ، غَيْرَ أَنَّهُ لَمَّا كَانَ الْعَقْلُ وَالْفَهْمُ فِيهِ خَفِيًّا ، وَظُهُورُهُ فِيهِ عَلَى التَّدْرِيجِ ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ضَابِطٌ يُعْرَفُ بِهِ ، جَعَلَ لَهُ الشَّارِعُ ضَابِطًا وَهُوَ الْبُلُوغُ ، وَحَطَّ عَنْهُ التَّكْلِيفَ قَبْلَهُ تَخْفِيفًا عَلَيْهِ .
وَدَلِيلُهُ قَوْلُهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ : " رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يُفِيقَ "
فَإِنْ قِيلَ : إِذَا كَانَ الصَّبِيُّ وَالْمَجْنُونُ غَيْرَ مُكَلَّفٍ ، فَكَيْفَ وَجَبَتْ عَلَيْهِمَا الزَّكَاةُ وَالنَّفَقَاتُ وَالضَّمَانَاتُ ، وَكَيْفَ أُمِرَ الصَّبِيُّ الْمُمَيِّزُ بِالصَّلَاةِ ؟
قُلْنَا : هَذِهِ الْوَاجِبَاتُ لَيْسَتْ مُتَعَلِّقَةً بِفِعْلِ الصَّبِيِّ وَالْمَجْنُونِ ، بَلْ بِمَالِهِ أَوْ بِذِمَّتِهِ .
فَإِنَّهُ أَهَّلٌ لِلذِّمَّةِ بِإِنْسَانِيَّتِهِ الْمُتَهَيِّئِ بِهَا لِقَبُولِ فَهْمِ الْخِطَابِ عِنْدَ الْبُلُوغِ ، بِخِلَافِ الْبَهِيمَةِ وَالْمُتَوَلِّي لِأَدَائِهَا الْوَلِيُّ عَنْهُمَا ، أَوْ هُمَا بَعْدَ الْإِفَاقَةِ وَالْبُلُوغِ .
وَلَيْسَ ذَلِكَ مِنْ بَابِ التَّكْلِيفِ فِي شَيْءٍ .
وَأَمَّا الْأَمْرُ بِالصَّلَاةِ الْمُمَيِّزَ فَلَيْسَ مِنْ جِهَةِ الشَّارِعِ ، وَإِنَّمَا هُوَ مِنْ جِهَةِ الْوَلِيِّ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ : " مُرُوهُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعٍ " وَ ذَلِكَ لِأَنَّهُ يَعْرِفُ الْوَلِيَّ وَيَفْهَمُ خِطَابَهُ بِخِلَافِ الشَّارِعِ عَلَى مَا تَقَدَّمَ .
وَعَلَى هَذَا فَالْغَافِلُ عَمَّا كُلِّفَ بِهِ ، وَالسَّكْرَانُ الْمُتَخَبِّطُ لَا يَكُونُ خِطَابُهُ وَتَكْلِيفُهُ فِي حَالَةِ غَفْلَتِهِ وَسُكْرِهِ أَيْضًا ، إِذْ هُوَ فِي تِلْكَ الْحَالَةِ أَسْوَأُ حَالًا مِنَ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزِ فِيمَا يَرْجِعُ إِلَى فَهْمِ خِطَابِ الشَّارِعِ وَحُصُولِ مَقْصُودِهِ مِنْهُ ، وَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ مِنَ الْغَرَامَاتِ وَالضَّمَانَاتِ بِفِعْلِهِ فِي تِلْكَ الْحَالِ .
فَتَخْرِيجُهُ كَمَا سَبَقَ فِي الصَّبِيِّ وَالْمَجْنُونِ ، وَنُفُوذُ طَلَاقِ السَّكْرَانِ فَفِيهِ مَنْعُ خِطَابِ الْوَضْعِ وَالْإِخْبَارِ ، وَإِنْ نَفَذَ فَلَيْسَ مِنْ بَابِ التَّكْلِيفِ فِي شَيْءٍ ، بَلْ مِنْ بَابِ مَا ثَبَتَ بِخِطَابِ الْوَضْعِ وَالْإِخْبَارُ يُجْعَلُ تَلْفُظُهُ بِالطَّلَاقِ عَلَامَةً عَلَى نُفُوذِهِ ، كَمَا جُعِلَ زَوَالُ الشَّمْسِ وَطُلُوعُ الْهِلَالِ عَلَامَةً عَلَى وُجُوبِ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمِ .
LINK ASAL :