Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

3527. PENDUDUK SYURGA DAPAT MELIHAT ROBB-NYA

PERTANYAAN :

Assalamualaikum. Ada pendapat yang mengatakan "Allah bisa dilihat" ber hujjah dengan firman Allah : "Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat (QS. al-qiyamah:75). Dan ada lagi pendapat "Allah tidak bisa dilihat" dengan dalil firman allah : "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata,sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan. (QS.al an'am [6]:103). Pak ustadz/ah mohon penjelasannya. Bagaimana untuk mengumpulkan dua pendapat yang berbeda ini ? Terima kasih. Wassalam. [Iyaan Pangeran Blega].

JAWABAN :

Wa'alaikum salam Wr Wb. Imam Nawawi mengatakan, artinya kalian akan melihat Allah secara nyata, tidak ada keraguan dalam melihatNya, dan tidak pula ada kesulitan padanya. Seperti halnya kalian melihat bulan (purnama) ini secara nyata, tidak ada kesulitan dalam melihatnya. Yang diserupakan disini adalah cara melihatnya (tidak ada kesulitan), bukan Allah diserupakan dengan bulan (mempunyai bentuk dan ukuran) (Syarh Shahih Muslim, Nawawi, hlm. 136-137).

Al-Imâm al-Mujtahid Abu Hanifah an-Nu’man ibn Tsabit (w 150 H), salah seorang ulama Salaf terkemuka perintis madzhab Hanafi, berkata:

وَالله تَعَالَى يُرَى فِي الآخِرَة، ويَرَاهُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَهُمْ فِي الْجَنّةِ بِأعْيُنِ رُؤُوْسِهِمْ بِلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ كَمِّيّة، وَلاَ يَكُوْنُ بَينَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ مَسَافَة

“Allah di akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang mukmin akan melihat-Nya ketika mereka di surga dengan mata kepala mereka masing-masing dengan tanpa adanya keserupaan bagi-Nya, bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan Allah (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan ataupun samping kiri)” (al-Fiqh al-Akbar karya al-Imâm Abu Hanifah dengan penjelasannya karya Mulla Ali al-Qari, h. 136-137 )

Al-Imâm asy-Syaikh Abu ath-Thayyib Sahl ibn Muhammad asy-Syafi’i (w 404 H), seorang mufti wilayah Nisafur pada masanya berkata:

سمعت الشيخ أبا الطيب الصعلوكي يقول: “ُتضامّون” بضم أوله وتشديد الميم يريد لا تجتمعون لرؤيته- تعالى- في جهة ولا ينضم بعضكم إلى بعض فإنه لا يرى في جهة”

“Saya telah mendengar asy-Syaikh Abu at-Thayyib as-Sha’luki berkata dalam menerangkan hadits tentang Ru’yatullâh (melihat Allah bagi orang-orang mukmin). Dalam hadits tersebut terdapat kata “Lâ Tudlammûn”, al-Imâm as-Sha’luki mengartikannya bahwa kelak orang-orang mukmin di surga akan melihat Allah tanpa tempat dan tanpa arah, mereka ketika itu tidak saling berdesakan satu sama lainnya. Orang-orang mukmin tersebut berada di dalam surga, namun Allah tidak dikatakan di dalam atau di luar surga. Karena Allah bukan benda (yang mempunyai bentuk dan ukuran), Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah”. (Pernyataan al-Imâm as-Sha’luki ini dikutip pula oleh al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani dan kitab Fath al-Bâri dan disepakatinya)

Penduduk surga kelak, ketika dosa telah tiada, ketika hijab dibuka, mereka akan melihat Allah dengan mata kepala namun langsung menghujam ke dalam hati sehingga terlihat bukan dalam suatu bentuk atau ukuran karena tak ada sesuatu yang menyerupai-Nya.

Surat Al-Qiyamah ayat 22-23 :

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ @ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}  [القيامة: 22، 23]

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.
Ayat-ayat yang sama yang menerangkan bahwa penduduk syurga akan dapat melihat robb nya

{إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (22) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (23) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ} [المطففين: 22 - 24]

Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga), Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka memandang semua kenikmatan yang ada dalam surga, dan tiada kenikmatan yang paling besar selain melihat wajah Allah subhanahu wata'ala.

Surah Yunus ayat 26.
{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ} [يونس: 26]
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.
Yang dimaksud dengan tambahannya ialah kenikmatan melihat Allah sebagaimana ditafsirkan oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Dari Suhaeb; Rasulullah bersabda:

" إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ: يَقُولُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ، وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ " ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ} [يونس: 26]

Jika penghuni surga sudah masuk ke surga, Allah berkata kepada mereka: Apakah kalian menginginkan sesuatu nikmat kutambahkan untuk kalian? Mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke surga, dan menyelamatkan kami dari neraka? Rasulullah bersabda: Kemudian Allah membuka hijab-Nya, maka mereka tidak diberi sesuatu yang lebih mereka sukai dari pada kenikmatan melihat Allah 'azza wajalah, kemudian Rasulullah membaca ayat ini ... . [Sahih Muslim]

Surah Qaaf ayat 35.
{ لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ} [ق: 35]
Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi kami ada tambahannya.
Yang dimaksud dengan tambahannya ialah kenikmatan melihat Allah sebagaimana Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam menafsirkan ayat 26 surah Yunus di atas. Mari kita fokus pd surat al-qiyamah 22-23 :
{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}   [القيامة: 22، 23]

Keterangan Mufasir dalam Tafsir Ibnu katsir
Diriwayatkan oleh al-Bukhari ra., di dalam Shahih-nya: “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan kasatmata.”
Dan telah ditegaskan mengenai penglihatan orang-orang Mukmin terhadap Allah SWT di akhirat kelak dalam beberapa hadist shahih melalui beberapa jalur mutawatir yang ada pada para imam hadist, yang tidak mungkin ditolak dan ditentang.
Hal itu didasarkan pada hadist Abu Sa’id dan Abu Hurairah ra., yang keduanya terdapat di dalam kitab ash-Shahihain bahwasanya ada beberapa orang bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita akan melihat Rabb kita pada hari Kiamat kelak?” Beliau menjawab, “Apakah kalian merasa sakit saat melihat matahari dan bulan yang tidak dihalangi oleh awan?” Mereka menjawab, “Tidak.” Beliaupun bersabda, “Sesungguhnya seperti itulah kalian akan melihat Rabb kalian.”

Dalam kitab ash-Shahihain disebutkan dari Jarir ra., ia berkata: “Rasulullah SAW pernah melihat bulan pada malam purnama, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan ini. Jika kalian mampu untuk tidak dikalahkan (oleh perasaan lelah/ngantuk) dari mengerjakan shalat sebelum matahari terbit dan tidak juga sebelum tenggelamnya, maka kerjakanlah.'” yaitu shalat Subuh dan shalat ‘Ashar.
Masih dalam kitab ash-Shahihain dari Abu Musa, ia berkata: “Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Ada dua Surga yang bejana dan semua isinya terbuat dari emas, dan ada dua Surga yang bejana dan semua isinya terbuat dari perak. Tidaklah terdapat tirai antara suatu kaum dengan penglihatan mereka kepada Allah SWT melainkan terdapat selendang kebesaran pada wajah-Nya di Surga ‘Adn.'”

Dalam riwayat Muslim dari Shuhaib, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Jika para penghuni Surga memasuki Surga–beliau bersabda–Allah Ta’ala berfirman: ‘Apakah kalian mau Aku beri tambahan sesuatu?’ Mereka pun menjawab: ‘Bukankah Engkau telah membuat wajah kami berwarna putih. Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke Surga, dan menyelamatkan kami dari Neraka!'” Beliau bersabda: “Maka Allah pun menyingkap hijab, mereka tidak diberi sesuatu yang lebih mereka sukai daripada melihat Rabb mereka (secara langsung). Dan itulah tambahannya.”
Kemudian beliau membaca ayat berikut ini: “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (Surga) dan tambahannya.” (QS. Yunus: 26)

Begitulah, setelah cita-cita dan segala hal di dunia ini kita telah raih dan kita lakukan. Ujung-ujungnya kita cuma perlu bertemu Allah SWT, baik di persidangan hari Kiamat maupun insha Allah di taman-taman Surga nanti.

- Tafsir Ibnu Katsir :
ثم قال تعالى : ( وجوه يومئذ ناضرة ) من النضارة ، أي حسنة بهية مشرقة مسرورة ، ( إلى ربها ناظرة ) أي : تراه عيانا ، كما رواه البخاري ، رحمه الله ، في صحيحه : " إنكم سترون ربكم عيانا " . وقد ثبتت رؤية المؤمنين لله عز وجل في الدار الآخرة في الأحاديث الصحاح ، من طرق متواترة عند أئمة الحديث ، لا يمكن دفعها ولا منعها ; لحديثأبي سعيد وأبي هريرة‌ - وما في الصحيحين - : أن ناسا قالوا : يا رسول الله ، هل نرى ربنا يوم القيامة ؟ فقال : " هل تضارون في رؤية الشمس والقمر ليس دونهما سحاب؟ " قالوا : لا . قال : " فإنكم ترون ربكم كذلك " . وفي الصحيحين عن جرير قال : نظر رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى القمر ليلة البدر فقال : " إنكم ترون ربكم كما ترون هذا القمر ، فإن استطعتم ألا تغلبوا على صلاة قبل طلوع الشمس ولا قبل [ ص: 280 ] غروبها فافعلوا " وفي الصحيحين عن أبي موسى قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " جنتان من ذهب آنيتهما وما فيهما ، وجنتان من فضة آنيتهما وما فيهما ، وما بين القوم وبين أن ينظروا إلى الله إلا رداء الكبرياء على وجهه في جنة عدن " . وفي أفراد مسلم ، عن صهيب ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " إذا دخل أهل الجنة الجنة " قال : " يقول الله تعالى : تريدون شيئا أزيدكم ؟ فيقولون : ألم تبيض وجوهنا ؟ ألم تدخلنا الجنة وتنجنا من النار؟ " قال : " فيكشف الحجاب ، فما أعطوا شيئا أحب إليهم من النظر إلى ربهم ، وهي الزيادة " . ثم تلا هذه الآية : ( للذين أحسنوا الحسنى وزيادة ) [ يونس : 26 ] .
وفي أفراد مسلم ، عن جابر في حديثه : " إن الله يتجلى للمؤمنين يضحك " - يعني في عرصات القيامة - ففي هذه الأحاديث أن المؤمنين ينظرون إلى ربهم عز وجل في العرصات ، وفي روضات الجنات .
وقال الإمام أحمد : حدثنا أبو معاوية ، حدثنا عبد الملك بن أبجر ، حدثنا ثوير بن أبي فاختة ، عن ابن عمر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " إن أدنى أهل الجنة منزلة لينظر في ملكه ألفي سنة ، يرى أقصاه كما يرى أدناه ، ينظر إلى أزواجه وخدمه . وإن أفضلهم منزلة لينظر إلى وجه الله كل يوم مرتين " .

Hadits yang menerangkan hal yang sama, diantaranya:
- Jarir bin Abdillah berkata: Suatu hari kami bersama Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam, dan beliau melihat ke bulan di malam purnama seraya berkata:
" إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ، كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ، لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ "

Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini, kalian tidak saling berdesakan untuk melihat-Nya. [Sahih Bukhari dan Muslim]

- Hadits Abu Sa'id Al-Khudriy.
Beberapa orang bertanya kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam: Ya Rasulullah, apakah kita akan melihat Tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah menjawab: Iya. Apakah kalian saling menyakiti (berdesakan) untuk melihat matahari di siang hari tampa ada awan? Mereka menjawab: Tidak.
Rasulullah bertanya lagi: Apakah kalian saling menyakiti untuk melihat bulan di malam purnama tidak ada awan? Mereka menjawab: Tidak. Rasulullah bersabda:
" مَا تُضَارُونَ فِي رُؤْيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ القِيَامَةِ، إِلَّا كَمَا تُضَارُونَ فِي رُؤْيَةِ أَحَدِهِمَا "

Kalian tidak akan saling menyakiti (berdesakan) ketika melihat Allah 'azza wajala di hari kiamat, sebagaimana kalian melihat matahari atau bulan. [Sahih Bukhari dan Muslim]

- Hadits Abu Hurairah.
Beberapa orang bertanya kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam: Ya Rasulullah, apakah kita akan melihat Tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah balik bertanya: Apakah kalian saling menyakiti (berdesakan) untuk melihat bulan di malam purnama tidak ada awan? Mereka menjawab: Tidak, ya Rasulullah.
Rasulullah bertanya lagi: Apakah kalian saling menyakiti (berdesakan) untuk melihat matahari tampa ada awan? Mereka menjawab: Tidak. Rasulullah bersabda:
" فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ "
Maka sesungguhnya kalian akan melihat Allah seperti itu juga. [Sahih Bukhari dan Muslim]

- Hadits Ammar bin Yasir.
Rasulullah sering membaca do'a ini ...
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَأَسْأَلُكَ الشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ، فِيْ غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ، وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ

"Ya Allah .. sesungguhnya aku meminta kepada-Mu kehidupan yang baik setelah mati, dan aku meminta kepada-Mu nikmatnya menatap wajah-Mu, dan aku meminta kepada-Mu kerinduan bertemu dengan-Mu tampa ada kesulitan yang membahayakan, dan tampa ada cobaan yang menyesatkan." [Sahih Ibnu Hibban]

Teks hadits pertama bisa dijumpai dalam Fathul Baari:

باب قول الله تعالى وجوه يومئذ ناضرة إلى ربها ناظرة
6997 حدثنا عمرو بن عون حدثنا خالد وهشيم عن إسماعيل عن قيس عن جرير قال كنا جلوسا عند النبي صلى الله عليه وسلم إذ نظر إلى القمر ليلة البدر قال إنكم سترون ربكم كما ترون هذا القمر لا تضامون في رؤيته فإن استطعتم أن لا تغلبوا على صلاة قبل طلوع الشمس وصلاة قبل غروب الشمس فافعلوا

الحاشية رقم: 1
[ ص: 430 ] [ ص: 431 ] [ ص: 432 ] [ ص: 433 ] [ ص: 434 ] قوله : باب قول الله تعالى وجوه يومئذ ناضرة إلى ربها ناظرة ) كأنه يشير إلى ما أخرجه عبد بن حميد والترمذي والطبري وغيرهم وصححه الحاكم من طريق ثوير بن أبي فاختة " عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إن أدنى أهل الجنة منزلة لمن ينظر في ملكه ألف سنة ، وإن أفضلهم منزلة لمن ينظر في وجه ربه عز وجل في كل يوم مرتين " قال : ثم تلا وجوه يومئذ ناضرة قال بالبياض والصفاء إلى ربها ناظرة قال تنظر كل يوم في وجه الله ، لفظ الطبري من طريق مصعب بن المقدام عن إسرائيل عن ثوير ، وأخرجه عبد عن شبابة عن إسرائيل ولفظه : لمن ينظر إلى جنانه وأزواجه وخدمه ونعيمه وسرره مسيرة ألف سنة ، وأكرمهم على الله تعالى من ينظر إلى وجهه غدوة وعشية ، وكذا أخرجه الترمذي عن عبد ، وقال غريب ، رواه غير واحد عن إسرائيل مرفوعا ، ورواه عبد الملك بن أبجر عن ثوير عن ابن عمر موقوفا ، ورواه الثوري عن ثوير عن مجاهد عن ابن عمر موقوفا أيضا ، قال : ولا نعلم أحدا ذكر فيه مجاهدا غير الثوري بالعنعنة . قلت : أخرجه ابن مردويه من أربعة طرق عن إسرائيل عن ثوير قال " سمعت ابن عمر " ومن طريق عبد الملك بن أبجر عن ثوير مرفوعا

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 103 :
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)

Sesudah itu Allah swt. menjelaskan hakikat dan keagungan diri Nya sebagai penegasan dari sifat-sifat Nya yang telah dijelaskan pada ayat yang baru lalu yaitu bahwa Allah di atas segala-galanya. Zat Nya Yang Agung itu tidak dapat dijangkau oleh indra manusia, karena indra manusia itu memang diciptakan dalam susunan yang tidak siap untuk mengindra zat Nya. Sebabnya tiada lain karena manusia itu diciptakan dari materi, dan indranya hanya menjangkau materi belaka dengan perantaraan materi pula; sedangkan Allah bukanlah materi. Maka wajarlah apabila Ia tidak dapat dijangkau oleh indra manusia.
Yang dimaksud dengan tidak dapatnya Allah dijangkau dengan indra manusia ialah selama manusia itu masih hidup dalam dunia. Akan tetapi apabila ia telah mati, ia akan dapat melihat Tuhan.
Nabi Muhammad saw. bersabda:

إنكم سترون ربكم يوم القيامة كما ترون القمر ليلة البدر وكما ترون الشمس ليس دونها سحاب

Sebenarnya kamu akan melihat Tuhanmu di hari kiamat seperti kamu melihat bulan di malam bulan purnama, dan seperti kamu melihat matahari di kala langit tidak berawan". (HR Bukhari dari Jarir, Sahih Bukhari jilid IV, 283).
Allah swt. berfirman:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ(22)إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ(23)

Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Q.S Al Qiyamah: 22-23)
Kemungkinan melihat Tuhan di hari kiamat, khusus bagi orang-orang mukmin sedangkan orang-orang kafir kemungkinan melihat Allah tertutup bagi mereka. Allah swt. berfirman:

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ(15)

"Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat Tuhan mereka)". (Q.S Al Mutaffifin: 15).
Sebaliknya Allah swt. menegaskan bahwa Dia dapat melihat segala sesuatu yang dapat dilihat, dan basirah-Nya dapat menembus seluruh yang ada, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya, baik bentuk maupun hakikat Nya. Di akhir ayat ini Allah swt. menegaskan lagi bahwa Zat-Nya Maha Halus, tak mungkin dijangkau oleh indra manusia apalagi hakikat-Nya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu betapapun halusnya sesuatu itu, tak ada yang tersembunyi dari pada pengetahuan-Nya.

Isi asli dari tafsir/terjemah yang dikeluarkan depag, namun dimuat sebagai jawaban di HUDA SARUNGAN
http://huda-sarungan.blogspot.com

Kesimpulannya :
Ayat dalam surat al-qiyaamah di atas terjadinya ketika di akhirat. Dan dalam surat al-an'am terjadi di dunia ini, wallahu a'lam.

Untuk yang surat Al-Qiyamah itu menjelaskan melihat Allah di akhirat nanti. Sedang untuk surat Al-An'am menjelaskan keadaan kita di dunia, dimana kita tidak bisa melihat Allah, itu adalah ketentuanNYA. Monggo tafsir At-Thobari dalam menafsiri Surat Al-An'am ayat 103 :

فقال قائلو هذه المقالة: معنى الإدراك في هذا الموضع: الرؤية، وأنكروا أن يكون الله يُرى بالأبصار في الدنيا والآخرة. وتأوّلوا قوله: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناضِرَةٌ إلى ربِّها ناظِرَةٌ بمعنى انتظارها رحمة الله وثوابه.
وتأوّل بعضهم في الأخبار التي رُوِيت عن رسول الله صلى الله عليه وسلّم بتصحيح القول برؤية أهل الجنة ربهم يوم القيامة تأويلات. وأنكر بعضهم مجيئها، ودافعوا أن يكون ذلك من قول رسول الله صلى الله عليه وسلّم، وردوا القول فيه إلى عقولهم، فزعموا أن عقولهم تُحِيل جواز الرؤية على الله عزّ وجلّ بالأبصار وأتوا في ذلك بضروب من التمويهات، وأكثروا القول فيه من جهة الاستخراجات. وكان من أجلّ ما زعموا أنهم علموا به صحة قولهم ذلك من الدليل أنهم لم يجدوا أبصارهم ترى شيئاً إلاَّ ما باينها دون ما لاصقها، فإنها لا ترى ما لاصقها. قالوا: فما كان للأبصار مبايناً مما عاينته، فإن بينه وبينها فضاء وفرجة. قالوا: فإن كانت الأبصار ترى ربها يوم القيامة على نحو ما تُرَى الأشحاصُ اليوم، فقد وجب أن يكون الصانع محدوداً. قالوا: ومن وصفه بذلك، فقد وصفه بصفات الأجسام التي يجوز عليها الزيادة والنقصان. قالوا: وأخرى، أن من شأن الأبصار أن تدرك الألوان كما من شأن الأسماع أن تدرك الأصوات، ومن شأن المتنشم أن يدرك الأعراف. قالوا: فمن الوجه الذي فسد أن يكون جائزاً أن يقضى للسمع بغير إدراك الأصوات وللمتنشم إلاَّ بإدراك الأعراف، فسد أن يكون جائزاً القضاء للبصر إلاَّ بإدراك الألوان. قالوا: ولما كان غير جائز أن يكون الله تعالى ذكره موصوفاً بأنه ذو لون، صحّ أنه غير جائز أن يكون موصوفاً بأنه مرئيّ.
وقال آخرون: معنى ذلك: لا تدركه أبصار الخلائق في الدنيا، وأما في الآخرة فإنها تدركه. وقال أهل هذه المقالة: الإدراك في هذا الموضع: الرؤية.
واعتلّ أهل هذه المقالة لقولهم هذا بأن قالوا: الإدراك وإن كان قد يكون في بعض الأحوال بغير معنى الرؤية، فإن الرؤية من أحد معانيه وذلك أنه غير جائز أن يلحق بصره شيئاً فيراه وهو لما أبصره وعاينه غير مُدرِك وإن لم يحط بأجزائه كلها رؤية. قالوا: فرؤية ما عاينه الرائي إدراك له دون ما لم يره. قالوا: وقد أخبر الله أن وجوهاً يوم القيامة إليه ناظرة، قالوا: فمحال أن تكون إليه ناظرة وهي له غير مدركة رؤيةً. قالوا: وإذا كان ذلك كذلك وكان غير جائز أن يكون في أخبار الله تضادّ وتعارض، وجب وصحّ أن قوله: لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ على الخصوص لا على العموم، وأن معناه: لا تدركه الأبصار في الدنيا وهو يدرك الأبصار في الدنيا والآخرة، إذ كان الله قد استثنى ما استثنى منه بقوله: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناضِرَةٌ إلى رَبِّها ناظِرَةٌ.
fokus :
وقال آخرون: معنى ذلك: لا تدركه أبصار الخلائق في الدنيا، وأما في الآخرة فإنها تدركه.

Wallahu A'lam. [Santrialit, Yulizon Bachtiar Armansyah, Imam Tontowi].

LINK ASAL

www.fb.com/groups/piss.ktb/836218759734267/