Setiap muslim tentulah mengimani bahwa “ar Rahmaanu 'alaa al'arsyi 
istawaa”  karena memang itu disebutkan  dalam Al Qur’an pada surat Thaahaa [20]  ayat : 5.
Imam Malik ra mengatakan  
“al-Istiwa Ghair Majhul” maknanya istiwa telah jelas 
penyebutan nya (dalam Al Qur’an). 
Hal ini sama dengan dalil riwayat lain dari al-Lalika- i ra yang memperguna kan kata “al-Istiwa madzkur”, artinya 
kata Istawa telah benar-bena r 
disebutkan  dalam 
al-Qur’an.   
Begitupula   dalam tafsir 
Al-Qurthub i 
(Al-Jaami’  
li-Ahkaami l-Qur’aan) , 7/219-220
ูุงู ู
ุงูู ุฑุญู
ู ุงููู: ุงูุงุณุชูุงุก ู
ุนููู
Yang artinya “Telah berkata Malik rahimahull ah : ‘Al-Istiwa a’ ma’luum” (telah diketahui 
disebutkan  dalam al Qur’an)
Namun jumhur ulama tidak sependapat  bahwa maknanya adalah Allah Azza wa Jalla bertempat di 
atas ‘Arsy karena mustahil Allah Azza wa Jalla dibatasi atau terbatas oleh 
‘Arsy.
Ulama yang mengimani (beri’tiqo d) bahwa Allah Azza wa Jalla bertempat di atas 
‘Arsy salah satunya adalah ulama Ibnu Taimiyyah,  ulama yang dikenal memahami Al Qur’an dan As 
Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak)   melalui cara muthola’ah  (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri,  tidak mengikuti pendapat 
(hasil ijtihad) pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias tidak 
mengikuti pendapat Imam Mazhab yang empat.
Ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah ber-talaqq i (mengaji) kepada ulama Ibnu 
Taimiyyah,  namun sayangnya 
beliau ber-talaqq i  kepada ulama 
yang tidak bermazhab sehingga beliau pun mengimani (beri’tiqo d) bahwa Allah Azza wa Jalla bertempat di atas ‘Arsy
Begitu juga dengan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami Al Qur'an 
dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak)   melalui cara muthola’ah  (menelaah kitab). Kitab utama yang 
dipelajari nya adalah kitab karya 
ulama Ibnu Taimiyyah.  
Jumhur ulama telah menyampaik an bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah 
dengan belajar sendiri (secara otodidak)   melalui cara muthola’ah  (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri, 
kemungkina n besar akan berakibat 
negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang 
kehilangan  ruhnya atau aspek 
bathin
2. Tasybihill ah 
Bikholqihi  , 
penyerupaa n Allah dengan makhluq 
Nya
Ulama Ibnu Taimiyyah pada awalnya bermazhab Imam Hambali namun pada 
akhirnya memperturu tkan akal 
pikirannya  sendiri sehingga 
pemahamann ya 
menyelisih i para pemimpin ijtihad kaum 
muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab.
Contohnya bantahan ulama yang menyatakan  mereka semula  bermazhab dalam tulisan pada http:// ashhabur-ro yi.blogspo t.com/ 2011/02/ upaya-menet ralkan-sun tikan-racu n.html
***** awal kutipan *****
ู
ุทูุจ ูู ุนููุฏุฉ ุงูุฅู
ุงู
 ุฃุญู
ุฏ ุฑุถู ุงููู ุนูู ูุฃุฑุถุงู
ูุณุฆู ุฑุถู ุงููู ุนูู ูููุนูุง ุจู : ูู ุนูุงุฆุฏ ุงูุญูุงุจูุฉ ู
ุง ูุง ูุฎูู ุนูู ุดุฑูู ุนูู
ูู
 ، 
ูู ุนููุฏุฉ ุงูุฅู
ุงู
 ุฃุญู
ุฏ ุจู ุญูุจู ุฑุถู ุงููู ุนูู ูุนูุงุฆุฏูู
 ؟
Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al Haitami pernah ditanya tentang akidah mereka 
yang semula para pengikut Mazhab Hambali, apakah akidah Imam Ahmad bin Hambal 
seperti akidah mereka ?
Beliau menjawab:
ูุฃุฌุงุจ ุจูููู : ุนููุฏุฉ ุฅู
ุงู
 ุงูุณูุฉ ุฃุญู
ุฏ ุจู ุญูู ุฑุถู ุงููู ุนูู ูุฃุฑุถุงู ูุฌุนู ุฌูุงู 
ุงูู
ุนุงุฑู ู
ุชููุจู ูู
ุฃูุงู ูุฃูุงุถ ุนูููุง ูุนููู ู
ู ุณูุงุจุบ ุงู
ุชูุงูู ูุจูุฃู ุงููุฑุฏูุณ ุงูุฃุนูู ู
ู 
ุฌูุงูู ู
ูุงููุฉ ูุนููุฏุฉ ุฃูู ุงูุณูุฉ ูุงูุฌู
ุงุนุฉ ู
ู ุงูู
ุจุงูุบุฉ ุงูุชุงู
ุฉ ูู ุชูุฒูู ุงููู ุชุนุงูู 
ุนู
ุง ูููู ุงูุธุงูู
ูู ูุงูุฌุงุญุฏูู ุนููุง ูุจูุฑุง ู
ู ุงูุฌูุฉ ูุงูุฌุณู
ูุฉ ูุบูุฑูู
ุง ู
ู ุณุงุฆุฑ ุณู
ุงุช 
ุงูููุต ، ุจู ูุนู ูู ูุตู ููุณ ููู ูู
ุงู ู
ุทูู ، ูู
ุง ุงุดุชูุฑ ุจู ุฌููุฉ ุงูู
ูุณูุจูู ุฅูู ูุฐุง 
ุงูุฅู
ุงู
 ุงูุฃุนุธู
 ุงูู
ุฌุชูุฏ ู
ู ุฃูู ูุงุฆู ุจุดูุก ู
ู ุงูุฌูุฉ ุฃู ูุญููุง ููุฐุจ ูุจูุชุงู ูุงูุชุฑุงุก 
ุนููู ، ููุนู ุงููู ู
ู ูุณุจ ุฐูู ุฅููู ุฃู ุฑู
ุงู ุจุดูุก ู
ู ูุฐู ุงูู
ุซุงูุจ ุงูุชู ุจุฑุฃู ุงููู 
ู
ููุง
Akidah imam ahli sunnah, Imam Ahmad bin Hambal –semoga Allah 
meridhoiny a dan 
menjadikan nya 
meridhoi-N ya serta 
menjadikan  taman surga sebagai 
tempat tinggalnya , adalah sesuai 
dengan akidah Ahlussunna h wal 
Jamaah dalam hal menyucikan  
Allah dari segala macam ucapan yang diucapkan oleh orang-oran g zhalim dan menentang itu, baik itu berupa 
penetapan tempat (bagi Allah), mengatakan  bahwa Allah itu jism (materi) dan 
sifat-sifa t buruk lainnya, 
bahkan dari segala macam sifat yang menunjukka n ketidaksem purnaan Allah.
Adapun ungkapan-u ngkapan yang terdengar dari 
orang-oran g jahil yang 
mengaku-ng aku sebagai pengikut 
imam mujtahid agung ini, yaitu bahwa beliau pernah mengatakan  bahwa Allah itu bertempat dan 
semisalnya , maka perkataan itu 
adalah kedustaan yang nyata dan tuduhan keji terhadap beliau. Semoga Allah 
melaknat orang yang melekatkan  
perkataan itu kepada beliau atau yang menuduh beliau dengan tuduhan yang Allah 
telah membersihk an beliau darinya 
itu.
ููุฏ ุจูู ุงูุญุงูุธ ุงูุญุฌุฉ ุงููุฏูุฉ ุงูุฅู
ุงู
 ุฃุจู ุงููุฑุฌ ุงุจู ุงูุฌูุฒู ู
ู ุฃุฆู
ุฉ ู
ุฐูุจู 
ุงูู
ุจุฑุฆูู ู
ู ูุฐู ุงููุตู
ุฉ ุงููุจูุญุฉ ุงูุดููุนุฉ ุฃู ูู ู
ุง ูุณุจ ุฅููู ู
ู ุฐูู ูุฐุจ ุนููู ูุงูุชุฑุงุก 
ูุจูุชุงู ، ูุฃู ูุตูุตู ุตุฑูุญุฉ ูู ุจุทูุงู ุฐูู ูุชูุฒูู ุงููู ุชุนุงูู ุนูู ، ูุงุนูู
 ุฐูู ูุฅูู ู
ูู
 
.
ูุฅูุงู ุฃู ุชุตุบู ุฅูู ู
ุง ูู ูุชุจ ุงุจู ุชูู
ูุฉ ูุชูู
ูุฐู ุงุจู ููู
 ุงูุฌูุฒูุฉ ูุบูุฑูู
ุง ู
ู
ู 
ุงุชุฎุฐ ุฅููู ููุงู ูุฃุถูู ุงููู ุนูู ุนูู
 ، ูุฎุชู
 ุนูู ุณู
ุนู ูููุจู ูุฌุนู ุนูู ุจุตุฑู ุบุดุงูุฉ ูู
ู 
ููุฏูู ู
ู ุจุนุฏ ุงููู ، ูููู ุชุฌุงูุฒ ูุคูุงุก ุงูู
ูุญุฏูู ุงูุญุฏูุฏ ูุชุนุฏูุง ุงูุฑุณูู
 ูุฎุฑููุง ุณูุงุฌ 
ุงูุดุฑูุนุฉ ูุงูุญูููุฉ ูุธููุง ุจุฐูู ุฃููู
 ุนูู ูุฐู ู
ู ุฑุจูู
 ูููุณูุง ูุฐูู ุจู ูู
 ุนูู ุฃุณูุฅ 
ุงูุถูุงู ูุฃูุจุญ ุงูุฎุตุงู ูุฃุจูุบ ุงูู
ูุช ูุงูุฎุณุฑุงู ูุฃููู ุงููุฐุจ ูุงูุจูุชุงู ูุฎุฐู ุงููู ู
ุชุจุนู 
ูุทูุฑ ุงูุฃุฑุถ ู
ู ุฃู
ุซุงููู
Al Hafizh Al Hujjah Al Imam, Sang Panutan, Abul Faraj Ibnul Jauzi, 
salah seorang pembesar imam mazhab Hambali yang membersihk an segala macam tuduhan buruk ini, telah 
menjelaska n tentang masalah ini 
bahwa segala tuduhan yang dilemparka n kepada sang imam adalah kedustaan dan tuduhan 
yang keji terhadap sang imam. Bahkan teks-teks perkataan sang imam telah 
menunjukka n kebatilan tuduhan 
itu, dan menjelaska n tentang sucinya 
Allah dari semua itu. Maka pahamilah masalah ini, karena sangat penting.
Janganlah sekali-kal i 
kamu dekati buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim dan 
orang seperti mereka berdua. Siapa yang bisa memberikan  petunjuk orang seperti itu selain Allah?
Bagaimana orang-oran g 
atheis itu melampaui batas-bata s, menabrak aturan-atu ran dan merusak tatanan syariat dan hakikat, lalu 
mereka menyangka bahwa mereka berada di atas petunjuk dari tuhan mereka, padahal 
tidaklah demikian. Bahkan mereka berada pada kesesatan paling buruk, kemurkaan 
paling tinggi, kerugian paling dalam dan kedustaan paling besar. Semoga Allah 
menghinaka n orang yang 
mengikutin ya dan 
membersihk an bumi ini dari 
orang-oran g semisal mereka.
Sumber : Al Fatawa Al Haditsiyah  1/ 480 
karya Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami.
***** akhir kutipan *****
Apa yang disampaika n 
oleh Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami  tentang kesalahpah aman i’tiqod mereka yang semula bermazhab Imam 
Hambali, disampaika n pula oleh 
ulama-ulam a lainnya, contohnya dapat 
ditemukan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
Jadi jelaslah memaknai istiwa sebagai bertempat atau duduk sebagai makna yang 
telah diketahui atau makna dzahir adalah tidak pantas bagi Allah Azza wa 
Jalla
Pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) yang 
sepatutnya  kita ikuti 
pendapatny a seperti Imam Syafi'i ra 
mengatakan
ุฅูู ุชุนุงูู ูุงู ููุง ู
ูุงู ูุฎูู ุงูู
ูุงู ููู ุนูู ุตูุฉ ุงูุฃุฒููุฉ ูู
ุง ูุงู ูุจู ุฎููู 
ุงูู
ูุงู ููุง ูุฌูุฒ ุนููู ุงูุชุบูุฑ ูู ุฐุงุชู ููุง ุงูุชุจุฏูู ูู ุตูุงุชู (ุฅุชุญุงู ุงูุณุงุฏุฉ ุงูู
ุชููู 
ุจุดุฑุญ ุฅุญูุงุก ุนููู
 ุงูุฏูู, ุฌ 2، ุต 24)
“Sesungguhn ya Allah 
ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptaka n tempat, dan Dia tetap dengan 
sifat-sifa t-Nya yang Azali 
sebelum Dia menciptaka n tempat 
tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada 
sifat-sifa t-Nya” (LIhat 
az-Zabidi,  Ithรขf as-Sรขdah 
al-Muttaqรฎ n…, j. 2, h. 24).
Allah Azza wa Jalla ada sebagaiman a sebelum diciptakan  'Arsy , sebagaiman a sebelum diciptakan  langit, sebagaiman a sebelum diciptakan  ciptaanNya . Dia tidak berubah dan tidakpula 
berpindah.  Sesuatu yang berubah 
dan berpindah adalah ciptaanNya .
Para Salafush sholeh tidak memaknai atau mentafsirk an ayat-ayat sifat Allah 
sebagaiman a makna yang diketahui 
orang awam atau sebagaiman a makna yang 
telah diketahui (makna dzahir)
ููุงู ุงููููุฏ ุจู ู
ุณูู
 : ุณุฃูุช ุงูุฃูุฒุงุนู ูู
ุงูู ุจู ุฃูุณ ูุณููุงู ุงูุซูุฑู ูุงูููุซ ุจู ุณุนุฏ 
ุนู ุงูุฃุญุงุฏูุซ ูููุง ุงูุตูุงุช ؟ ููููู
 ูุงููุง ูู :
ุฃู
ุฑููุง ูู
ุง ุฌุงุกุช ุจูุง ุชูุณูุฑ
“Dan Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Auza’iy, Malik 
bin Anas, Sufyan Tsauri, Laits bin Sa’ad tentang hadits-had its yang di dalamnya ada 
sifat-sifa t Allah? Maka semuanya 
berkata kepadaku: “Biarkanla h ia 
sebagaiman a ia datang tanpa 
tafsir.”
Pada ayat-ayat mutasyabih at khususnya Sifat Allah, para Salafush Sholeh, 
mereka tidak mengucapka nnya 
kecuali ‘ala sabilil hikayah atau menetapkan  lafazhnya (itsbatul lafzhi) saja; yaitu hanya 
mengucapka n kembali apa yang diucapkan 
oleh al Qur’an, “Ar-Rahmanu  
alal arsy istawa” atau “A’amintum man fis sama’“. Tidak 
lebih lebih dari itu; yaitu tidak memaknakan  (tafsir) atau tidak menetapkan  maknanya (itsbatul ma’na) bahwa Allah bertempat di 
langit atau Allah berada di atas arasy.
Setelah generasi Salafush Sholeh maka semakin banyak jumlah umat Islam 
sehingga semakin banyak “kepala” yang berupaya memahami Al Qur’an dan As Sunnah 
dimana diperlukan  upaya 
penjelasan  terhadap ayat 
mutasyabih at khususnya sifat 
Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya,
“Allah menganuger ahkan al hikmah (pemahaman  yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) 
kepada siapa yang dikehendak i-Nya. Dan barangsiap a yang dianugerah i hikmah, ia benar-bena r telah dianugerah i karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat 
mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadan ya) melainkan Ulil Albab” (QS Ali Imron [3]:7 )
Ulil Albab  dalam memaknai istiwa memperhati kan makna yang pantas bagi DzatNya dengan 
mengambil pelajaran dari ayat-ayat Al Qur'an lainnya, apa yang dikatakan 
Rasulullah , Salafush Sholeh, 
pendapat pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab 
yang empat dan kesepakata n jumhur 
ulama tentang ‘Arsy.
Rasulullah  bersabda “wa 
Robbal ‘arsyil ‘azhiimii”  ,  “Tuhan 
yang menguasai ‘Arsy”  (HR Muslim 4888)
Imam Sayyidina Ali ra berkata, “Sesungguhn ya Allah menciptaka n ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk 
menampakka n 
kekuasaan- Nya bukan untuk 
menjadikan nya tempat bagi 
DzatNya”
Jadi jumhur ulama sepakat bahwa Allah beristiwa yang 
ditejermah kan Allah 
bersemayam  maknanya adalah Allah 
menguasai ‘Arsy.
Ahli Bahasa dari Ash`ariah al-Raghib al-Asfahan i (w. 402H) mengatakan  bahwa istawa `ala memiliki arti istawla `ala 
("Dia menguasai" ) dan dia mengutip 
ayat istiwa pada (QS Thaahaa [20]:5) sebagai sebuah contoh dari makna ini: 
“Hal ini berarti bahwa segala sesuatu sama dalam 
hubunganny a dengan Dia, dalam arti 
bahwa tidak ada hal yang lebih dekat dengan Dia dibanding dengan yang lain, 
karena Dia tidak seperti badan yang berada secara tertentu di suatu tempat dan 
bukan di tempat lain” (al-Zabidi  hal : 132)
Ibn Al-Jauzi membolehka n menafsirka n istiwa sebagai “al-qahr”,  menguasai.  (Shubah al-Tashbih  hal:23)
Walaupun  mempunyai  
kemiripan dengan istila' dan qahr, yang sama juga ditafsirka n oleh kaum Mu'tazilah  (mereka yang menolak sifat-sifa t Allah) namun pemaknaan istiwa sebagai 
“menguasai ” adalah pantas bagi Allah 
Azza wa Jalla
Ibn Battal mengatakan , 
 “pengarti an 
pengaturan  dan 
kekuasaan” , 
“menguasai ” dan 
“penakluka n” tidak dianggap 
berlawanan  dengan Sang Pencipta 
(Al-Khalik ) 
sebagaiman a “Zahir”, “Qahhar”, 
“ghalib”at au “Qahir”, tidak 
dianggap berlawanan  atas bagian 
zat lainnya. Hal ini diperkuat oleh ayat, “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan 
tertinggi (Al-Qahir)  atas semua 
hamba-Nya”  (6:18, 6:61) dan “ 
Allah berkuasa (Al-Ghalib ) 
terhadap urusan-Nya ” (12:21). 
Al-Raghib,  berkata:” itu berarti 
bahwa segala sesuatu adalah seperti itu dalam hubunganny a dengan Dia” dan dia tidak 
mengatakan , “menjadi seperti”.
Pada intinya dalam memahami ayat-ayat mutasyabih at khususnya tentang sifat Allah agar tidak 
terjerumus  dalam kekufuran 
sebaiknya memperhati kan 
batas-bata s yang telah 
disepakati  oleh jumhur ulama antara 
lain,
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin  As-Suyuthi  dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” 
mengatakan  “Ia 
(ayat-ayat  
mutasyabih at) memiliki 
makna-makn a khusus yang berbeda 
dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiap a memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa 
sebagaiman a makna yang selama 
ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat) , ia kafir secara pasti.”
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/ 1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu 
‘Aqaidakum  Minat Tamassuki Bi 
Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, 
“Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis 
mutasyabih at, karena hal itu 
salah satu pangkal kekufuran” .
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat 
Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi 
orang-oran g kafir.“
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab 
kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena 
pengingkar an?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena 
pengingkar an. Mereka 
mengingkar i Pencipta mereka 
(Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati- Nya dengan sifat-sifa t benda dan anggota-an ggota badan.” (Imam Ibn 
Al-Mu’alli m 
Al-Qurasyi  (w. 725 H) dalam 
Kitab Najm Al-Muhtadi  Wa Rajm 
Al-Mu’tadi ).
Rasulullah  bersabda 
“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke 
tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisih an antar-manu sia dan gempa-gemp a. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan 
kejujuran sebagaiman a 
sebelumnya  dipenuhi dengan 
kesewenang -wenangan dan 
kezaliman. ” (HR Ahmad 10898).
Rasulullah  bersabda 
“Akan terjadi perselisih an 
setelah wafatnya seorang pemimpin, maka keluarlah seorang lelaki dari penduduk 
Madinah mencari perlindung an ke 
Mekkah, lalu datanglah kepada lelaki ini beberapa orang dari penduduk Mekkah, 
lalu mereka membai’at Imam Mahdi secara paksa, maka ia dibai’at di antara Rukun 
dengan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia 
dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan  di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di antara 
Mekkah dan Madinah.” (HR Abu Dawud 3737)
Pesan Rasulullah  
shallallah u alaihi wasallam, 
“Ketika kalian melihatnya  (kehadiran  Imam Mahdi), maka berbai’at- lah dengannya walaupun harus 
merangkak- rangkak di atas salju 
karena sesungguhn ya dia adalah 
Khalifatul lah 
Al-Mahdi.”  (HR Abu Dawud 
4074)
Banyak ghazawat (perang) akan dipimpin Imam Mahdi. Dan 
–subhaanall ah- 
Allah akan senantiasa  
menjanjika n 
kemenangan  baginya.
Rasulullah  
shallallah u alaihi wasallam 
“Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian 
kemenangan . Kemudian Persia 
(Iran), dan Allah beri kalian kemenangan . Kemudian kalian perangi Rum, dan Allah beri 
kalian kemenangan . Kemudian 
kalian perangi Dajjal,dan  Allah 
beri kalian kemenangan .” (HR Muslim 
5161)
Dalam hadits di atas yang diperangi pertama kali adalah jazirah Arab 
karena pada akhir zaman  jazirah Arab , pada masa akhir babak Mulkan 
Jabbriyyan  
(penguasa- penguasa yang 
memaksakan  kehendak seraya 
mengabaika n kehendak Allah dan 
RasulNya) mereka akan kembali mengalami masa jahiliyah , keadaan mereka 
benar-bena r 
mengabaika n kehendak Allah dan 
RasulNya. Kemudian diperangi wilayah Persia (Iran)  untuk 
meluruskan  
kesalahpah aman-kesal ahpahaman saudara-sa udara kita di sana.  Kemudian diperangi wilayah 
Rum , meluruskan  kaum Nasrani 
yang telah disesatkan  oleh kaum Yahudi 
melalui Paulus (Yahudi dari Tarsus). Kemudian terakhir memerangi Dajjal.  
Wallahu a'lam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830