IBNU HAJAR AL-‘ASQALA NI
(773-852/ 1372-1449)
Pengarang Bulugh al-Maram
WUDLU’NYA ringkas tapi tepat’ bila berniat (dalam ibadah) cepat jadi. 
Bahakn dia mencela orang-oran g yang 
dam niat waswas dan lama. Padahal ia seorang faqih (ahli fikih) yang menjadi 
Qadhi al-Qudhat (Hakim Agung) Mazhab Syafi’I selama 
kiraj-kira  20 tahun dan di bidang 
hadits bergelar Amirul Mukminin.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqala ni, begitulah ia dikenal orang. Nama 
lengkapnya  Abul Fadl Ahmad bin 
Ali bin Muhammad al’Asqalan i 
al-Misri al-Qahiri.  Nenek 
moyangnya berasal dari Asqalan, kota kuno yag terletak di pantai Suria dan 
palestina.  Oleh karena itu ia 
bernisbah al-‘Asqala ni. Salah 
seorang kakeknya berjuluk Ibnu Hajar. Kemudian julukan itu merembet 
kepadanya.  
Kikenallah  ia dengan julukan Ibnu 
Hajar.
Di lahirkan di pasangan Nuruddin Ali dan Nijar 
Bintia;-Fa khr Abi Bakar pada 22 
Sya’ban 773 H. Sudah menjadi yatim piatu sejak kecil. Ayahnya yang dikenal alim, 
hafal al-Qur’an lengkap dengan  Qira’ah Sa’ahnya dan hafal al-Hawi 
as-Shaghir  meninggal dunia ketika 
Ibnu hajar berumur 4 tahun (23 Rajab 777). Sedang sang ibu meninggal lebih 
dulu.
Untung saja Ibnu hajar dari keluarga kaya. Ayahnya adalah seorang 
pedagang di Mishr al-kharrub i, 
desa kelahiran Ibnu hajar. Si ibi berasal dari keluarga saudagar kaya. Dari 
harta yang diwariskan  orang 
tuanya ini, Ibnu hajar membiayai hidupnya. Kekayaan yang melimpah itu 
dimanfaatk an untuk bekal 
menuntut ilmu di kebelakang  hari.
Setelah kematian orang tuanya, Ibnu hajar di asuh oleh 
zakiyuddin  Abu Bakar 
al-Kharubi , saudagar besar yang 
menerima wasiat dari ayah Ibnu hajar. Al-Kharrub i memperhati kan Ibnu hajar dengan sungguh-su ngguh.
Setelah Ibnu Hajar sempurna berumur lima tahun, 
al-Kharubi  
memondokka nnya ke Maktab. Ibnu 
Hajar hafal keseluruha n al-Qu’an 
ketika ia berusia 9 tahun di Maktab itu. Hal itu ia lakukan di bawah arahan 
gurunya Syadruddin  Muhammad bin 
Muhammad as-Safthi,  seorang alim ahli 
qira’ah.
Ibnu Hajar menemani al-Kharubi  berhaji pada tahun 784 (umur 11 tahun). 
Al-Kharrub i, sang bapak asuh 
yang hafal al-Qur’an dan punya nama di kalangan penguasa ini 
menyediaka n suasana yang tepat 
bagi Ibnu Hajar. Di Mekkah Ibnu Hajar yang masih ingusan itu di 
pertemukan  dengan ulama Mekkah. 
Di antaranya adalah Syekh Afifuddin Abdullah an-Nisywar i (705-795).  Di depannya, Ibnu Hajar 
mendengark an hadits Shahih 
Bukhari (tahun 785). An-Nisywar i 
guru pertama Ibnu Hajar dalam ilmu hadits. Begitulah permulaan 
perjalanan  ilmiah Ibnu Hajar. Ketika 
ia berumur 12 tahun.
Kemudian Ibnu Hajar da al-Kharrub i kembali ke  Mesir pad tahun 786. Ibnu Hajar 
mulai sibuk dengan ilmu. Ia tekun menghafal beberapa kitab. 
Kecerdasan  dan daya ingatnya 
yang kuat ikut membantnya . 
Umdah al-Ahkam, al-Hawi as-Shaghir , Mukhtashar  Ibn al-Hajib, Milhah al-I’rab, Minhaj 
al-Wushul,  Alfiyah 
al-Hadits,  Alfiyah Ibnu Malik dan 
ati-Tanbih  serta 
kitab lain dapat ia hafal plus pengertiaa nnya.
Ketika Ibnu Hajar berumur 14 tahun al-kharrub i wafat (787 H). selama tiga tahun ketekunan Ibnu 
Hajar agak mengendur dengan wafatnya al-Kharrub i. Baru pada umur 17 tahun Ibnu Hajar kembali 
memantapka n niatnya. 
Deseraplah  ilmu-ilmu daru para 
ulama kala itu. Ia juga melakukan perjalanan  studi ke berbagai Negara. Di antaranya ke Syam, 
Hijaz, Yaman, Palestina disamping di dalam Mesir sendiri. Dama 
perjalanan  itu ia berguru kepada para 
ulama yang ia jumpai.
Kesungguha n Ibnu Hajar 
dalam menimba ilmu bisa dibaca dari banyaknya guru yang ia punya. Setelah 
penelitian  mendetail yang 
dilakukan al-Sakhawi , murid Ibnu 
Hajar, jumlah guru Ibnu Hajar sebanyak 628 orang, lebih banyak dari yang disebut 
Ibnu Hajar sendiri dalam al-ajma’ al-Mu’assa s fi al-Mu’jam al-Mufahra s (450 orang). 55 di antaranya wanita. 
Kebanyakan  gurunya Ibnu Hajar 
memberi rekomendas i padanya 
untuk mebuka pengajaran .
Beberapa guru terpenting  Ibnu 
Hajar:
- at-Tannykh
i (709-800), gurunya dalam qira’ah.  - 2. Umar al Bulqini (724-805) di bidang fikih.
 - 3. Ibnu jama’ah (749-819) dalam ushul fikih.
 - 4.       al-Firuzab
adi (729-817) dalam bahasa, nahwu dan sastra.  - 5.       al-Hafish al-Iraqi (725-804),
guru utamanya dalam hadits. Sepuluh tahun Ibnu Hajar belajar kepadanya.  
Guru bagi Ibnu Hajar yang bermulut kecil ini begitu berharga. Ibnu 
Hajar hafal dan mengerti sejarah hidup guru-gurun ya itu. Ia menghimpun nya dalam dua kitabnya 
al-Majma’a l-Muassas fi 
al-Ahkam al-Mufahra s dan 
Tajrid Asani al-Kutub al-Masyhur ah. Kedua kitab ini masih dalam 
bentukmanu skrip.
Kecerdasan  yang 
tertanding i disertai 
kesungguha n tak kenal lelah 
membuat Ibnu Hajar unggul menjadi bintang dalam berbagai disiplin ilmu, 
khususnya Hadits. Maka masyhurlah  Ibnu Hajar sebagai bahasawan,  sastrawan,  penyair, sejarawan,  mufassir, pakr hukum  dan ahli hadits.
Dalam hadits, Ibnu Hajar yang walau sudah tua bergigi lengkap dan putih 
bersih adalah laut yang tak betepi. Ibnu Hajar sangat menguasai bidang yang satu 
ini. As-Suyuthi  
menyebutny a dengan bebagai gelar 
ahli hadits yang menakjubka n. Salah 
satunya ialah Dzahabi Hadza al-Ashr (Imam 
Dzahabinya  masa itu). Disamping 
banyak berguru dan usaha lain, Ibnu Hajar juga meminum air Zamzam untuk meraih 
tingkatan yang di peroleh Imam adz-Dzahab i. Barakah air Zamzam juga ikut 
mewujudkan  
cita-citan ya.
Ibnu Hajar bercerita mengenai hal itu; “aku meminum air Zamzam dengan 
tiga tujuan. Salah satunya dengan niatan agar aku meraih martabat Imam Hafizh 
adz-Dzahab i.” Kejadian itu terjadi 
ketika Ibnu Hajar berhaji di tahun 800/805 H.
Dua puluh tahun kemudian Ibnu Hajar berhaji lagi. “di hatiku timbul 
keinginan meminta kepada Allah lebih dari itu (martabat Imam al-Hafizh 
adz-Dzahab i). Maka aku memohon 
derajat yang lebih tinggi. Mudah-muda han Allah mengabulka n,” ucap Ibnu Hajar. As-Sakhawi , murid Ibnu Hajar, berkata: “ Allah telah 
menjadikan  harapan Ibnu Hajar 
sebuah kenyataan.  Banyak orang 
yang menyaksika n hal itu.”
Dikala Zainuddin al-Iraqi, guru Ibnu Hajar dan ahli hadits, menjelang 
wafat, seorang bertanya; “Siapakah penggantim u ?.
“Ibnu Hajar. Kemudian anakku, Abu Zar’ah. Kemudian 
al-Haistam i,” jawab al-Iraqi. Al-Iraqi 
wafat ketika Ibnu Hajar berumur 33 tahun (806 H).
Berbagai kesibukan menyertai kehidupan Ibnu Hajar. Beberapa pekerjaan 
penting, jabatan agung dan tugas mulia ia embank. Waktunya 
disibukkan  dengan mengajar, 
memberi fatwa, mengarang kitab dan mengimla hadits di beberapan tempat 
pengajian.  Ia juga menjabat sebagai 
direktur di bebagai madrasah.
Ibnu Hajar mengajar tafsir di madrasah al-Husaini yah dan al-Qubbah al-Mansuri yah. Mengajar hadits di 
asy-Syaikh uniyah, jami’ Ibnu 
Thulun dan beberapa tempat lain. Fikih di ajarkannya  di al-kharrub iyah, as-Shalahi yah dan Akademi pendidikan  lain. Ibnu Hajar juga menjadi khatib di masjid Jai’ 
al-Azhar dan masjid jami’ Amar bin Ash.
Selama 41 tahun Ibnu Hajar yang bekulit putih ini memberi fatwa di Dar 
al-Adl. Jabatan mufti ini di melai pada tahun 811 sampai ia meninggal (852). 
Farwa-fatw anya ringkas dan 
menyasar pada pokok permasalah an. Biasanya, dalam satu hari ia menulis fatwa 
lebih dari 30 buah. Ibnu Hajar adalah ulama terbaik dimasanya dalam 
mengeluark an fatwa 
berdasarka n pada 
dalil-dali l 
mu’tabarah .
Mungkin ini adalah realisasi dar ketiga niatnya ketika meminum air 
Zamzam. Salah satunya, seperti yang di ucapkan Ibnu Hajar sendiri, “semoga Allah 
memberiku kemudahan dalam menulis fatwa-fatw a seperti guruku, as-Siraj 
al-Bulqini . Biasanya, ia menulis 
fatwa dari pucuk pena tanpa merujuk pada kitab-kita b. Maka Allah memberiku kemudahan untuk itu.”
Pada 27 Muharram 827 H, Ibnu Hajar yang berjenggot putih dan tebal ini ditunjuk oleh Malik al-Asyraf 
Barisbay sebagai Qodhi al-Qudhah (Hakim Agung) Mazhab Syafi’I 
Ibnu Hajar di Mesir. Ketika itulah keadilah di tegakkan dan kebenaran 
mendapatka n perlakuan yang 
sebenarnya  dari Ibnu Hajar 
al-Asqalan i. Kerap kali 
keputusann ya menyakiti dan 
merugikan penguasa. Hal ini menunjukka h betapa teguhnya ia memegang kebenaran.
Ibnu Hajar tidak berambisi untuk mempertaha nkan kedudukann ya sebagai  Qodhi al-Qudhah walaupun 
jabatan itu sangat cocok di pegangnya.  Berulang kali ia didepak dari jabatan 
setrategis  itu. Tapi kemudian 
Ibnu Hajar di angkat lagi. Hal ini terjadi enam kali. Sehingga pada akhir 
Jumadas Tsaniyah 852 H, ia mengundurk an diri setelah sekitar 20 tahun dia 
melaksanak an tugas itu dengan 
baik.
Walau ilmu menggunung   
dan berbagai jabatan penting dipikul, namun Ibnu Hajar tetap tawadhu’. Al-Biqa’I 
(809-885),  salah seorang murid 
Ibnu Hajar berkata: “setiap tahun tawadlu’ny a semakin bertambah. ” Termasuk contoh ketawadlu’ annya yang dalam adalah rasa hormatnya pada ahl 
al-ilm  dan orang-oran g mulia. Ketika Aisyah binti Ibrahim 
as-Syara’i hi, salah seorang guru 
Ibnu Hajar, datang kepadanya Ibnu Hajar memuliakan nya. Ia mempersila hkan guru wanitanya itu duduk ditikar yang biasa 
dibuatnya shalat.
Ibnu Hajar yang suka tebu ini dikenal sebagai figure yang wara’. Ia 
sangata hati-hati terutama dalam soal makan. Ibnu Hajar tidak pernah memakan 
hadiah yang dikirim kepadanya.  
Bila Ibnu Hajar terpaksa datang ke sebuah walimah atau 
pertemuan   maka ia pura-pura 
makan. Terkadang ia memberikan nya kepada orang yang disampingn ya makanan yang di suguhkan 
kepadanya.  Sehingga orang yang 
mempunyai hajat menyangkan ya 
memakan hidangan itu. Hal itu ia lakukan untuk membahagia kan tuan rumah. Padahal tak satupun makanan yang masuk 
ke perutnya.
Dalam ibadah, Ibnu Hajar patut ditiru. Ia  banyak beribadah dimalam 
hari. Jum’ar dan jamaah tidak ditinggalk a. Ia juga rutin melakukan puasa nabi dawud. 
Al-Qur’an adalah teman setianya di malam hari dan teman duduknya di kala sepi. 
Ia membacanya  dengan mata 
berlinang.  Ibnu 
Hajarselal u berusaha waktunya 
terisi dengan ibadah . mulutnya banyak mengucapka n dzikir, tasbih dan istighfar.
Ketika duduk bersama sekelompok  orang , setelah isya’ atau di waktu lain, alat 
tasbih selalu di genggaman Ibnu Hajar. Ia membunyika nnya di balik lengan bajunya. Ibnu Hajar terus memutar 
alat bundar itu sedang mulutnya membaca tasbih 
(Subhanalla h). 
Terkadang tasbih itu terjatuh dari lengan bajunya. Secepatnya  Ibnu Hajar mengmbil tasbih itu. Ini 
menunjukka h bahwa ia tidak ingin 
orang lain mengtahuin ya.
Obyektifit as  Ibnu 
Hajar dalam menilai seorang ulama dan karyanya sangat tinggi. Ibnu Hajar senang 
dan menghormat i Ibnu Taimiyah 
(w.728). hal ini menyebabka n 
banyak kalangan ulama mazhab syafi’I Ibnu Hajar memangkas haknya, seperti yang 
mereka lakukan kepada Ibnu Nashiruddi n.
Tetapi bukan berarti Ibnu Hajar selalu sejalan dengan Ibnu Taimiyah 
dalam setiap terminolog y yang ia 
ungkapkan.  Dalam hal ini Ibnu 
Hajar berkata; “seharusny a bagi 
orang yang berilmu dan memiliki akal memikirkan  perkataan seseorang dari 
karya-kary anya yang di kenal. 
Atau dari mulut-mulu t ahl an-Naql 
(pembawa berita) yang bisa dipercaya.  Kemudian dari hasil pemikiran itu, ia 
menetapkan  apa yang 
menyelewen g. Maka hal itu 
dijadikan perhatian dan diwaspadai  dengan tujuan memberi nasehat. Dan tetap memuji 
keutamaan- keutamaan orang itu 
tentang pendapatny a yang benar seperti 
ulama yang lain.”
Pada malam sabtu 28 Dzul Hijjah 852 H, Ibnu Hajar menghadap kehadirat 
tuhan. Kairo menjadi gempar. Toko-toko tutup. Pasar libur. 
Jenazahnya  diantar lautan manusia. 
Sultan dan para pembesar ikut memanggul keranda Ibnu Hajar. Umat Islam berdukal. 
Ahl ad-dzimmah  
ikut berlinang air mata. Di seantero dunia diadakan shalat ghaib. 
Jasadnya dimakamkan  di kompleks 
pemakaman Bani al-Kharrub i, Qarafah, 
Kairo.
Ibnu Hajar meninggalk an 
 buah karya yang tidak sedikit. Jumlahnya mencapai 289 judul. 
Karya-kary a itu mendapat sambutan yang 
hangat dari umat Islam. Sampai sekarang karya Ibnu Hajar masih aktif dikaji. Di 
antara karyanya Fath al-Bari bi Syarh Shahih 
al-Bukhari , 
al-Ishabah  fi Tamyiz 
as-Shahaba h, Lisan al-Mizan, Nukhbah 
al-Fikar fi Musthalah ahl al-Atsar dan Bulugh al-Maram.
(Ditulis kembali dari buku Guruku Di Pesantren karya LPSI Pondok 
Pesantren Sidogiri yng diterbitka n 
tahun 1420 H)