Setiap muslim harus meyakini kesucian Kalamulloh, 
keagungann ya, dan 
keutamaann ya di atas seluruh kalam 
(ucapan). Al-Qur’anu l 
Karim itu Kalamulloh yang di dalamnya 
tidak ada kebatilan. Al-Qur’an memberi petunjuk jalan yang lurus 
dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh 
perjalanan  hidupnya, agar 
selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan  dalam golongan orang-oran g yang mendapatka n rahmat dari Alloh Ta’ala.
Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari  oleh seorang Muslim melebihi keutamaan 
mempelajar i 
Al-Qur’an.  
Sebagaiman a sabda Nabi 
ShallAlloh u ‘alaihi wa 
sallam,  yang artinya: “Sebaik-ba ik kamu adalah orang yg 
mempelajar i Al-Qur’an dan 
mengajarka nnya.” (HR. 
Bukhari).
Dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan , yang artinya: “Bacalah 
Al-Qur’an,  
sesungguhn ya Al-Qur’an itu akan 
menjadi syafa’at di hari Qiyamat bagi yang membacanya  (ahlinya). ” (HR. Muslim).
Wajib bagi kita menghalalk an apa yang dihalalkan  Al-Qur’an dan mengharamk an apa yang diharamkan nya. Diwajibkan  pula beradab dengannya dan berakhlaq 
terhadapny a. Untuk 
mendapatka n 
kesempurna an pahala dalam 
membaca Al-Qur’an,  di saat 
membaca Al-Qur’an seorang Muslim perlu memperhati kan adab-adab yang akan 
disampaika n pada tulisan berikut 
ini.
Agar membacanya  dalam 
keadaan yang sempurna, suci dari najis, dan dengan duduk yang sopan dan tenang. 
Dalam membaca Al-Qur’an dianjurkan  
dalam keadaan suci. Namun apabila dia membaca dalam keadaan najis, 
diperboleh kan dengan 
Ijma’ umat Islam. Imam Haromain berkata; orang yang membaca 
Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjaka n hal yang makruh, akan tetapi dia 
meninggalk an sesuatu yang utama. 
(At-Tibyan , 
hal.58-59) .
Membacanya  dengan pelan 
(tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati  ayat yang dibaca. Rasulullah  ShallAlloh u ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: 
“Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti 
dia tidak memahami” (HR. Ahmad dan para penyusun 
Kitab-Kita bSunan).
Dan sebagian kelompok dari generasi pertama membenci 
pengkhatam an Al-Qur’an sehari 
semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah  telah memerintah kan Abdullah Ibnu Umar untuk 
mengkhatam kan Al-Qur’an setiap satu 
minggu (7 hari). (Muttafaq Alaih). 
Sebagaiman a yang dilakukan 
Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit g, mereka 
mengkhatam kan Al-Qur’an sekali dalam 
seminggu.
Di dalam sebuah ayat Al-Qur’an,  Alloh Ta’ala menjelaska n sebagian dari sifat-sifa t hambaNya yang shalih, yang artinya: “Dan 
mereka menyungkur  atas muka mereka 
sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’ (QS. Al-Isra’: 109).
Agar membaguska n suara 
di dalam membacanya , 
sebagaiman a sabda 
Rasulullah  
ShallAlloh u ‘alaihi wa 
sallam, yang artinya: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu” (HR 
Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Di dalam hadits lain dijelaskan : “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan 
Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhari  
dan Muslim).
Maksud hadits di atas, membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang 
jelas dan terang makhroj huruf nya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai 
keluar dari ketentuan kaidah Tajwid.
Membaca Al-Qur’an dimulai dengan Isti’adzah .Alloh Subhanahu wa Ta’ala 
berfirman,  yang artinya: 
“Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an,  maka mintalah perlindung an kepada Alloh dari (godaan-go daan) syaithan yang terkutuk” (QS. An-Nahl: 
98).
Apabila ayat yang dibaca dimulai da ri awal surat, setelah isti’adzah  terus membaca Basmalah, dan apa bila tidak di 
awal surat cukup membaca isti’adzah . Khusus surat At-Taubah walaupun dibaca mulai 
awal surat tidak usah membaca Basmalah, cukup dengan membaca 
isti’adzah  saja.
Membaca Al-Qur’an dengan berusaha mengetahui  artinya dan memahami inti dari ayat yang dibaca dengan 
beberapa kandungan ilmu yang ada di dalam nya. Firman Alloh Ta’ala, 
yang artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhati kan Al-Qur’an,  ataukah hati    mereka terkunci? (QS. Muhammad: 
24).
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu  orang yang sedang shalat, dan tidak perlu 
membacanya  dengan suara yang 
terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih 
atau dalam hati secara khusyu’. Rasulullah  ShallAlloh u ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: 
“Orang yang terang-ter angan (di tempat orang banyak) membaca 
Al-Qur’an,  sama dengan orang 
yang terang-ter angan dalam shadaqah” 
(HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ahmad).
Dalam hadits lain dijelaskan , 
yang artinya: “Ingatlah bahwasanya  setiap hari dari kamu munajat kepada Rabbnya, 
maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu  yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh 
mengangkat  suara atas yang lain 
di dalam membaca (Al-Qur’an )” 
(HR. Abu Dawud, Nasa’i, Bai  haqi dan Hakim), ini hadits shahih 
dengan syarat Shaikhani (Bukhari-M uslim).
Jadi jangan sampai ibadah yang kita lakukan tersebut sia-sia karena 
kita tidak mengindahk an sunnah 
Rasulullah  dalam 
melaksanak an ibadah membaca 
Al-Qur’an.  Misalnya, 
dengan suara yang keras pada larut malam, yang akhirnya 
mengganggu  orang yang istirahat dan 
orang yang shalat malam.
Dengarkan bacaan Al-Qur’an.  Jika ada yang membaca Al-Qur’an,  maka dengarkanl ah bacaannya itu dengan tenang, Alloh 
Ta’ala berfirman,  yang 
artinya: “Dan tatkala dibacakan Al-Qur’an,  maka dengar kanlah dan diamlah, semoga kamu diberi 
rahmat” (QS. Al-A’raaf:  
204).
Membaca Al-Qur’an dengan saling bergantian  yang bertujuan untuk pendidikan  atau mempelajar i Al Qur’an. Yang mendengark annya harus dengan khusyu’ dan tenang. 
Rasulullah   bersabda, yang artinya: 
“Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam rumah-ruma h Alloh, mereka membaca Al-Qur’an dan saling 
mempelajar inya kecuali akan 
turun atas mereka ketenangan , 
dan mereka diliputi oleh rahmat (Alloh), para malaikat menyertai mereka, dan 
Alloh membang-ga -banggakan  mereka di kalangan (malaikat)  yang ada di sisiNya.” (HR. AbuDawud).
Setiap orang Islam wajib mengatur hidupnya sesuai dengan tuntunan 
Al-Qur’an dan harus dipelihara  
kesucian dan kemuliaann ya, serta 
dipelajari  
ayat-ayatn ya, dipahami dan 
dilaksanak an sebagai konse kuensi kita 
beriman ke-pada Al-Qur’an.
(Minhajul Muslim, Fiqih Sunnah, At-Tibyan Fi Adaabi Hamlatil Qur’an)