PERTANYAAN 
:
[ KISAH NYATA PERKAWINAN 
SEDARAH ] Dua orang bersaudara sekandung kakak dan adik menikah, sang suami 
kakak sang istri adiknya dan mendapatkan 2 orang anak, kronologisnya : "pada 
waktu kecil umur 3 bulan sang kakak di-adopsi oleh orang sumatra waktu di rumah 
sakit, orang tua kandung dari jawa, selang waktu lama tidak ada kabar dari kedua 
belah pihak orang tua kandung dan orang tua angkat, karena kedua orang tua asuh 
meninggal, ketika kuliah di bandung mereka bertemu dan menjalin cinta hingga 
kepernikahan dan di karuniai 2 orang anak, terkuaknya mereka adalah saudara 
karena sang orang tua kandung melihat tanda lahir pada punggung anak ada 2 tahi 
lalat dan akhir berlanjut tes darah serta sidik jari dan akhirnya membenarkan 
sebagai saksi 2 orang dokter rumah sakit dan perawat bayi. Permasalahanya apa 
yang harus mereka lakukan setelah tahu kalau saudara kandung dan bagaimana nasib 
sang anak atau nasabnya ? [Ena'o 
Sinde].
JAWABAN 
:
Hukum kejadian permasalahan 
di atas : 
1.PERNIKAHAN : Keduanya harus 
segera dipisahkan
2.WANITA (adik dalam 
pertanyaan diatas) : Diperlakukan masa 'IDDAH dan berhaka atas mahar 
mitsil.
3.PRIA (kakak dalam 
pertanyaan diatas) : Tetap terjalin ikatan nasab atas wanita yang telah ia 
nikahi karena keduanya saudara mahram.
4.ANAK : ternasab pada 
bapaknya dan berhak menjadi wali nikahnya dalam pernikahannya kelak 
ولو 
نكح امرأة فبانت محرمة برضاع ببينة أو إقرار فرق بينهم ، فإن حملت منه كان الولد 
نسيباً لاحقاً بالواطىء لا يجوز نفيه ، وعليها عدة الشبهة ولها مهر المثل لا المسمى 
، وللوطء المذكور حكم النكاح في الصهر والنسب لا في حل النظر والخلوة ولا في النقض 
، فيحرم على الواطىء نكاح أصولها وفروعه ، وتحرم هي على أصوله وفروعه ، ويجوز النظر 
إلى المحرم المذكورة بلا شهوة. 
Bila seorang pria terlanjur 
menikahi seorang wanita kemudian keduanya ternyata terjadi kejelasan masih 
saudara tunggal susu (*) dengan tanda bukti kuat atau pengakuan maka mereka 
harus dipisahkan, bila wanita tersebut hamil maka anaknya ternasab dan 
disambungkan pada si penggaul ibunya (bapak biologisnya) dan tidak dapat 
dipungkiri, bagi wanita tersebut diperlakukan iddah subhat dan mahar mitsil (mas 
kawin kebiasaan untuk wanita sederajatnya didaerah tersebut) bukan mahar yang 
tersebut didalam pernikahan. 
Akibat buah senggama 
semacam ini diperlakukan hukum pernikahan sebagaimana mestinya dalam arti 
terjalinnya ikatan kekeluargaan karena perkawinan dan persaudaraan tidak 
mempengaruhi hukum halalnya melihat, berkhalwat serta membatalkan wudhu 
keduanya, karenanya bagi si pria haram menikahi biang wanita tersebut (ibu, 
nenek dan seterusnya/nasab keatas) juga haram menikahi keturunan anak akibat 
persetubuhannya, begitu juga wanita tersebut haram dinikahi oleh biang dan 
keturunan anak akibat persetubuhannya namun halal melihat mahram tersebut diatas 
dengan ketentuan tidak terjadi syahwat. [ Bughyah al-Mustarsyidiin I/419 
].
Catatan (*) : Tidak menjadi 
ketentuan khusus dalam masalah ini, yang terpenting telah terjadi pernikahan 
antara pria-wanita yang masih terjadi ikatan saudara mahram baik persaudaraan 
karena keluarga, tunggal susu atau perkawinan. Wallaahu A’lamu Bis 
showaab
Rasulullah SAW bersabda  : 
Sungguh Allah akan mengampuni atas umatku karena tiga hal, keliru (tanpa 
sengaja), lupa, dan segala sesuatu yang dilakukan karena terpaksa." (HR. Ibnu 
Majah dan Baihaqi r.a dari Ibnu Abbas). Wallaahu A'lamu Bis showaab. 
[Masaji 
Antoro].