Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

0096. HUKUM KHITAN BAGI WANITA

Dalam kitab- kitab fikih disebutkan bahwa khitan artinya adalah qoth'ul qulfah  aw jildah lil jariyah. Pengertian khitan maksudnya memotong kulit penutup KHASYAFAH (GLANDS PENIS) bagi anak lelaki atau kulit (PREPUCE) yang ada diatas CLITORIS bagi anak wanita. Praktek ini sering disebut juga dengan istilah CIRCUMSISI, mengambil istilah dari suatu nama sekte Nashrani yang taat melakukan ajaran bersunat seperti apa yang dilakukan oleh Yesus sendiri dan para murid- muridnya serta dilakukan juga oleh para penganut Yahudi, sebagai warisan Millah Ibrohiim.
Nabi Ibrohim menerima wahyu Allah untuk berkhitan tatkala beliau telah berumur 80 tahun, dan dilakukan dengan menggunakan kapak (Qodum), sesuai hadist Nabi dalam Asshohihain : Ikhtana ibroohiimu wa huwa ibnu tsamaanina sanatan bilquduumi. Dalam satu pendapat yang lain, Qodum adalah nama suatu tempat di negeri Syam. (Ibnu Hajar Al- Asqolani: Fatkhul Baari 10/ 386)
Imam Nawawi Ad- Dimasyqy dalam Syarah Sohih Muslim menjelaskan: “Yang wajib bagi laki- laki adalah memotong seluruh kulit (Qulf) yang menutupi kepala Khasyafah sehingga kepala Dzakar itu terbuka seluruhnya. Sedangkan bagi wanita yang wajib hanyalah memotong SEDIKIT daging (Jildah) yang berada pada bagian atas Farj. (Syarah Muslim 1/543, Fatkhul Bari 10/384- 387, Syarhul- Muhadzab).
Sebagian orang yang kurang mengerti sering mencampur adukkan antara khitan wanita (Female Circumsision) yang islamy dengan VAGINA MUTILATION yang pada praktiknya memotong habis seluruh LABIA (Labia mayora dan Labia minora) dan kemudian menjahitnya sehingga tersisa lubang yang sedikit, dimana praktek model ini banyak dilakukan di Africa, dan ini murni budaya Africa kuno yang tidak ada hubungannnya sama sekali dengan ajaran islam yang murni. Rasulullah tatkala melihat pelaksanaan khitan wanita di Madinah yang dilakukan oleh seorang Shohabiyah yang bernama Ummi ‘Atiyah berpesan wanti- wanti agar jangan melakukan praktek yang berlebihan itu dengan mengatakan:
“Jika kamu mengkhitan maka hendaklah sedikit saja, jangan dihabiskan, karena yang demikian itu lebih mempercantik wajah dan lebih disukai suami” H.R. Abu Dawud dan Al- Khotib.
Abu Dawud menilai hadist ini ada titik lemah, namun menurut Imam Ibnu Hajar Al- Asqolani, hadist ini memiliki dua saksi penguat, yakni melalui hadist Anas dan hadist Ummu Aiman. Yang dimaksudkan dengan lafadh “Isymi” adalah ratakan, sehingga bagian kulit (prepuce) yang keluar dan menonjol dari bibir faraj dipotong sehingga masih ada bagian yang ada didalam bibir faraj.
Seperti diketahui bahwa CLITORIS dan Prepuce (yang merupakan Obstacle clitoris) adalah bagian kewanitaan yang sangat sensitive dan mudah terangsang, sehingga bila ada bagian Obstacle yang menonjol maka akan sangat mudah bersentuhan dengan benda- benda luar yang akan berakibat bangkitnya nafsu birahi seorang wanita. Maka Islam sebagai suatu agama yang suci menjaga kesucian para wanita agar mereka hanya bangkit nafsu seksualnya tatkala telah disentuh dan di trigger oleh suaminya saja dan tidak terangsang disetiap waktu dan keadaan, sehingga dengan demikian akan selalu terjaga hubungan seksual yang suci yang diridhoi Allah SWT.
Hukum dan Tujuan Khitan
Adapun dalil dan dasar- dasar hukum yang berkenaan dengan masalah khitan adalah:
1.Firman Allah: “Kemudian aku wahyukan kepadamu (Muhammad), agar mengikuti agama Ibrahim yang hanif (condong/ berpihak kepada kebenaran). An- Nahl 123. Beberapa ayat yang senada juga dapat ditemukan dalam bagian lain Surah Al- Qur’an.
1.Rasulullah menyatakan:”Dasar kesucian (FITRAH) itu ada lima, yaitu: 1- Khitan,
2- Mencukur bulu kemaluan, 3- Mencukur bulu ketiak, 4- Mencukur kumis, dan
5- Memotong kuku- kuku”. H.R. Bukhori dan Muslim. Hadist ini adalah sumber yang paling shohih tentang masalah khitan ini dan bersifat UMUM, artinya berlaku baik untuk laki- laki dan perempuan. Dalam hal ini Fitrah identik dengan Sunnah atau Ad- Dien yang bersesuaian dengan ajaran islam, karena itu khitan dalam khazanah bahasa Indonesia sering juga disebut SUNNATAN.
1.Rasulullah bersabda: “Allah tidak menerima sholat kalian bila tidak suci”. Tanpa berkhitan, selalu ada sisa- sisa air seni/ najis yang tertinggal dibawah Qulf. Maka agar sholat kita diterima Allah, kita harus berkhitan sebagai usaha agar kesucian terjamin. Sesuai Qo’idah USHUL FIQH yang menyatakan : maa laa yatimmul waajibu illaa bihii fahuwa waajibun, “Sesuatu yang (menyebabkan) sebuah kewajiban tak mungkin bisa dilakukan dengan sempurna, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib”. Maka hukum khitan bagi lelaki yang berdasar hadist diatas yang pada asalnya sunnah, menjadi wajib karena sebagai sarana kesucian untuk melaksanakan sebuah kewajiban.
Hukum khitan bagi laki- laki adalah WAJIB, ini disepakati oleh Jumhur Ulama’, sedang bagi wanita diperselisihkan diantara para Ulama, yakni antara Wajib dan Sunnah.
Sebahagian menyatakan kewajiban khitan bagi wanita seperti pendapat Ashab As-Syafi’I, sebagaimana kewajiban khitan bagi kaum lelaki dengan beberapa alasan, yaitu:
1.Khitan wanita sering dinyatakan oleh Rasulullah secara berbarengan dengan kaum lelaki, sesuai pernyataan beliau: “Apabila bertemu dua khitan maka mereka wajib mandi” Hadist riwayat At- Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah. Masih banyak lagi hadist yang semakna dengan hadist ini .
2.Dalam hadist yang lain Nabi menyatakan bahwa “Kaum wanita itu saudaranya kaum lelaki”. Maka kalau lelaki wajib berkhitan, maka kaum perempuan juga wajib berkhitan.
Demikian ini keyakinan sebahagian para ulama Syafi’iyah sebagaimana terungkap dalam pernyataan Imam Nawawi sesuai keterangan diawal tulisan ini, mereka berpendapat bahwa khitan bagi wanita itu WAJIB hukumnya.
Sedangkan menurut Imam Malik dan sebagian lagi sahabat Syafi’I seperti pernyataan Sohibul Mughni dari Ahmad, menyatakan hukumnya sunnah berdasarkan keumuman hadist shohih riwayat Bukhori dan Muslim, dan hadist dari Syaddad bin Aus yang menyatakan : “Khitan itu perilaku Nabi- nabi bagi lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita”.
Di samping itu hujjah bagi mereka yang menyatakan tidak wajibnya khitan bagi wanita, karena khitan wanita tidak mempengaruhi keabsahan ibadah sholatnya, tapi lebih dimaksudkan untuk menstabilkan hasrat seksualnya sebagaimana pernyataan Imam Ibnu Taimiyah tatkala beliau ditanya: Apakah wanita juga dikhitan? Beliau menjawab:” Ya, wanita itu dikhitan. Dan khitannya dengan memotong kulit yang paling atas (jildah) yang mirip dengan jengger ayam jantan. Rasulullah bersabda: “Sedikit saja jangan semuanya karena itu lebih bisa membuat wajah ceria dan lebih disenangi suami” Hal itu karena tujuan khitan laki- laki ialah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam penutup kulit dzakar, sedangkan tujuan khitan wanita adalah untuk menstabilkan syahwatnya, karena kalau wanita tidak dikhitan, maka syahwatnya akan sangat besar. (Majmu’ fatawa 21/114)
Waktu Khitan
Menurut Al- Mawardy, ada tiga waktu untuk berkhitan, yakni:
1.Waktu WAJIB, yakni saat seorang anak telah mencapai umur BALIGH.
2.Waktu Sunnah, Yakni saat anak belum mencapai umur baligh.
3.Waktu Ikhtiyar, yakni saat bayi umur 7 (tujuh) hari, atau 40 hari atau umur 7 (tujuh) tahun saat anak mulai diajari dan diperintah sholat.
Walimatul khitan
Dasar yang kuat tentang walimatul khitan tidak ditemukan, namun sebagian para salaf telah melakukan itu untuk khitan lelaki, sedang khitan wanita tidak diumumkan. Syekh Abu Abdullah bin Al- Haj dalam “Al- Madkhol” menyatakan: “Sesungguhnya yang sunnah, menjelaskan/ terang- terangan untuk pelaksanaan khitan anak lelaki, dan menyamarkan pelaksanaan khitan bagi wanita”. Wallahu a’lam.

Lihat masalah ini pada Fathul Baari Syarah Shohih Bukhory oleh Imam Ibnu Hajar Al- Asqolani juz 10 halaman 384- 387.Darul Hadist Qohiroh1424 H, dll)