Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

378. Salah kaprah dalam ber I'tikaf


Begitu banyak keutamaan dan keitsimewaan bulan Romadhan  yang telah Allah sediakan bagi umat muslim, pahala sunnah ditulis menjadi pahala fardhu, dan pahala fardhu menjadi berlipat-lipat, demikian juga amalan ibadah lainnya menjadi  nilai tinggi saat dilakukan di bulan Romadhan, apalagi di malam harinya, karena sbgaimana telah dating haditsnya bahwa di antara malam bulan Romadhan terdapat malam kemuliaan yg lebih dikenal dengan Lailatul Qodr dan Nabi lebih menekankan lagi untuk mencarinya di 10 malam terakhir terutama di malam-malam ganjilnya.

I’tikaf menjadi ibadah pilihan di dalam menemui dan mencari malam kemuliaan tersebut, melihat begitu besarnya pahala yang Allah janjikan bagi orang yang beri’tikaf terlebih lagi di bulan Romadhan.  Tradisi yang ada di Indonesia biasanya saat sepuluh malam terakhir, trutama di malam-malam ganjilnya, umat muslim berangkat ke masjid umum atau pun masjid jami’ untuk melakukan ibadah I’tikaf yang di isi dengan berbgaia macam ketaatan.

Namun sangat disayangkan, banyak kekeliruan yang kita temui saat beri’tikaf. Diantaranya adanya persoalan-persoalan yang memalingkan dari tujuan ber’itikaf, misalnya di saat-saat malam ganjil malam 21, 23, 25 dst banyak saudara kita yang berangkat dari rumah lengkap menggunakan busana muslim namun tujuan beri’tikafnya menjadi dilupakan sebab ia terlebih dahulu mampir diemperan-emperan jalan yang di isi oleh para pedagang yang bermacam-macam barang dagangannya di ssekitar masjid atau alun-alun untuk berbelanja atau sekedar melihat-lihat saja.

Lebih disayangkan lagi, pada para remaja putra-putri kita, mereka berangkat dari rumah dengan mengunakan busana muslim mengajak teman atau gadisnya dengan menggunakan busana muslim yang sedikit terlihat bodynya. Entah tujuan mereka I’tikaf atau memang sengaja untuk berbelanja di sekitar masjid atau alun-aliun tsb.  Atau terkadang mereka dating ke sana hanya sekedar mampir untuk nongkrong atau makan-makan bersama pasangannya masing-masing, sunnguh sangat ironis sekali di bulan Romadhan yang seharusnya lebih menjaga anggota tubuh dari sgla maksyiat malah terlumuri dengan noda-noda dosa.  Ahh, semoga Allah mengampuni aku dan mereka..

Di sini al-Faqir akan sedikit membahas definisi I’tikaf dan persoalannya, agar kita tahu makna I’tikaf secara syar’I dan dapat meraih pahala yang banyak dengan I’tikaf yang benar sesuai tuntunannya.

Definisi I’tikaf :
Secara syare’at adalah :
مكث مخصوص لشخص مخصوص فى مكان مخصوص بنية مخصوصة
“ Berdiam diri secara tertentu, bagi orang tertentu di tempat tertentu dengan niat tertentu “

Keutamaannya :
Nabi Saw bersabda :
من مشى فى حاجة اخيه كان خيرا له من اعتكاف عشر سنين ومن اعتكف يوما ابتغاء وجه الله عزوجل جعل الله بينه وبين النار ثلاث خنادق كل خندق ابعد مما بين الخافقين
(رواه الطبراني, المعجم الاوسط : 7322
و قال ايضا " من اعتكف عشرا فى رمضان كان كحجتين وعمرتين
رواه البيهقي, شعب الايمان ۳: ۴۲۵
“ Barangsiapa yang berjalan di dalam membangtu keperluan saudara muslimnnya, maka itu lebih baik baginya dari I’tikaf sepuluh tahun lamanya. Dan barangsiapa yang beri’tikaf satu hari karena mengharap ridho Allah Swt, maka Allah menjadikan di anatara dia dan api neaka jarak sejauh tiga khondaq / parit. Setiap khondaq dari khondak lainnya jaraknya sejauh langit dan bumi “
(HR. Thabrani, mu’jam Al-Awsath : 7322)
Nabi juga bersabda “ Barangsiapa yang beri’tikaf sepuluh hari di bulan Romadhan, maka baginya apahala dua haji dan dua umroh “
(HR. Al-Baihaqi, Syu’abil iman : 3 : 425)

Hukum I’tikaf  ada 4 :
1. WAJIB, jika dinadzarkan
2. SUNNAH, dan inilah hukum asalnya dan lebih dtekankan lagi di bulan Romadhan
3. MAKRUH, Yaitu I’tikafnya perempuan yang masih memiliki body dengan idzin suami dan aman dari fitnah.
4. HARAM tapi sah yaitu I’tikafnya perempuan tanpa idzin suami atau dengan idzin suami tapi tidak aman dari fitnah.
   Haram dan tidak sah yaitu I’tikafnya orang yang junub atau perempuan yang haidh.


Syarat I’tikaf :
1. Niat. Yaitu dalam hati mengatakan :
نويت الاعتكاف في هذا المسجد لله تعالى
 “ Saya niat I’tikaf di masjid ini karena Allah Ta’ala “
2. Suci dari hadats besar.
3. Berakal. Jika di tengah-tengah I’tikaf dia menjadi gila, maka batal I’tikafnya.
4. Islam
5. Berdiam diri minimal seukuran tuma’ninah sholat lebih sedikit ( Sekitar 5 detikkan )
6. Berada di dalam masjid. Maka tidak sah I’tikaf di mushollah, ribath atau pesantren.


Catatan :
Melihat hukum I’tikaf bagi perempuan adalah MAKRUH itupun jika tidak dikhawatirkan timbulnya fitnah misalnya menyebabkan laki-laki yang memandangnya syahwat atau terjadinya kholwat atau pacaran.

Jika dikhawatirkan akan timbulnya fitnah, maka hukumnya menjadi haram, maka alangkah baiknya bagi perempuan terutama para gadisnya hendaknya berada di dalam rumah saja, melakukan aktifitas ibadah lainnya semisal, membaca al-quran, berdzikir, membaca buku-buku agama atau lainnya. Ini lebih utama dan lebih aman bagi mereka.

I’tikaf di dalam rumah sah ?
Kemudian tak usah khawatir bagi kaum hawa yang tidak beri’tikaf di masjid, masih bisa ber’itikaf di dalam rumah dan pahalanya pun sama sbgaimana I’tikaf di dalam masjid.
Ada pendapat di dalam madzhab Hanafi dan bahkan pendapat ini dinilai mu’tamad (kuat) dan beoleh diikuti mengingan situasi dan kondisi sekarang ini bagi wanita yang keluar dari rumah sering terjadi fitnah. Yaitu :

انه يصح الاعتكاف للمرأة فقط اذا عينت مكانا في بيتها للصلاة, وهو معتمد مذهب الامام أبي حتيفة
“ Sesungguhnya sah bagi perempuan saja, I’tikaf di tempat yang ia khususkan untuk sholat di dalam rumah, dan ini pendapat mu’tamad madzhab imam Abu Hanifah “.

Perhatian :
- Bagi yang sholat terawikh di masjid, maka ketika masuk masjid niatkanlah I’tikaf, agar merangkap pahala I’tikaf.

- Bagi kaum pria yang melaksanakan sholat jum’at, maka niatkanlah I’tikaf saat memasuki masjid, agar meraih pahalanya I’tikaf trutama di bulan Romadhan ini.

- Bagi yang lupa niat I’tikaf, maka tidaklah mengapa meniatkan I’tikaf ditengah-tengah ia melakukan sholat terawikh namun di dalam hati tidak boleh dilafadzkan.
Semoga bermanfa’at..

Sumber :
Kitab : At-Taqrirat As-Sadidah Fil masail mufidah halaman : 460

(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)