Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

0941. HUKUM JUAL BELI ASI ( AIR SUSU IBU )

PERTANYAAN :
Assalamu'alaikum. Mau tanya masalah ASI yang diperdagangkan, itu bagaimana menurut islam?apalagi sekarang sudah ada keju dan es krim yang dibuat dari ASI (di luar negeri sudah ada). Terus bagaimana kalau si anak minum ASI yang diperjual-belikan tersebut ? apakah juga tidak menjadi anak sepersusuan ibu ASI (dimana ASI itu berasal) ? semoga paham maksud pertanyaan saya. Mohon penjelasannya, trims. [Lailia Zain].
JAWABAN :
Wa'alaikumsalam. JUAL BELI ASI (AIR SUSU IBU). Menurut MALIKIYYAH, SYAFI'IYYAH dan pendapat yang paling shahih di kalangan HANABILAH menghukumi BOLEH. Sedang menurut MALIKIYYAH menyatakan TIDAK BOLEH
ويصح بيع لبن الآدميات لأنه طاهر منتفع به فأشبه لبن الشياه ومثله لبن الآدميين بناء على طهارته وهو المعتمد كما مر في باب النجاسة
Dan sah hukumnya menjual air susu wanita karena ia suci dan dapat diambil manfaatnya maka hukumnya menyerupai susu kambing, juga sama bolehnya menjual air susu laki-laki karena memandang kesuciannya dan yang demikian adalah pendapat yang dapat dijadikan pegangan. [ Mughni al-Muhtaaj II/12 ].
(فرع) بيع لبن الآدميات جائز عندنا لا كراهة فيه هذا المذهب وقطع به الاصحاب الا الماوردى والساشى والرويانى فحكوا وجها شاذا عن أبى القاسم الانماطى من اصحابنا أنه نجس لا يجوز بيعه وانما يربى به الصغير للحاجة وهذا الوجه غلط من قائله وقد سبق بيانه في باب إزالة النجاسة فالصواب جواز بيعه قال الشيخ أبو حامد هكذا قاله الاصحاب قال ولا نص للشافعي في المسألة هذا مذهبنا  * وقال ابو حنيفة ومالك لا يجوز بيعه وعن أحمد روايتان كالمذهبين
[ CABANG ] Menjual air susu wanita boleh menurut kami (Syafi’iyyah) tidak makruh sama sekali dan ini pendapat yang dijadikan madzhab dan menjadi keputusan pengikut-pengikut syafi’iyyah kecuali menurut al-Mawardi, as-Saasyi dan ar-Royyaani yang menurut mereka dengan mengutip pendapat Abu Qasim menyatakan bahwa air susu adalah najis yang tidak dapat diperjual belikan dan diberikan pada bayi kecil karena ada kepentingan…. Dst. Abu Hanifah dan Imam Malik menyatakan tidak boleh sedang menurut Imam Ahmad terdapat dua pendapat. [ Al-Majmuu’ Syarh al-Muhadzdzab IX/254 ].
بَيْعُ لَبَنِ الآْدَمِيِّ :
11 - ذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَهُوَ الأَْصَحُّ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ إِلَى جَوَازِ بَيْعِ لَبَنِ الآْدَمِيَّةِ إِذَا حُلِبَ ، لأَِنَّهُ لَبَنٌ طَاهِرٌ مُنْتَفَعٌ بِهِ ، وَلأَِنَّهُ لَبَنٌ أُبِيحَ شُرْبُهُ ، فَأُبِيحَ بَيْعُهُ قِيَاسًا عَلَى سَائِرِ الأَْنْعَامِ ، وَلأَِنَّهُ يَجُوزُ أَخْذُ الْعِوَضِ عَنْهُ فِي إِجَارَةِ الظِّئْرِ ، فَأَشْبَهَ الْمَنَافِعَ . وَلاَ يَجُوزُ بَيْعُهُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَهُوَ قَوْل جَمَاعَةٍ مِنَ الْحَنَابِلَةِ ، لأَِنَّ اللَّبَنَ لَيْسَ بِمَالٍ فَلاَ يَجُوزُ بَيْعُهُ ، وَالدَّلِيل عَلَى أَنَّهُ لَيْسَ بِمَالٍ إِجْمَاعُ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَالْمَعْقُول ،
__________
(1) بدائع الصنائع 5 / 145 ، والفروق للقرافي وتهذيبه 3 / 240 - 241 ، ونهاية المحتاج 1 / 227 ، والمغني 4 / 288 .
(2) بدائع الصنائع 5 / 145 .
[ JUAL BELI ASI ] Kalangan Malikiyyah dan Syafi’iyyah dan pendapat yang paling shahih dikalangan hanabilah menyatakan bolehnya jual beli ASI karena :
1.Suci
2.Dapat diambil manfaatnya
3.ASI boleh diminum maka boleh untuk dijual dengan mengqiyaskan hukumnya pada susu-susu binatang ternak lainnya
4.Boleh menarik bea atas jasa menyusui anak orang
Menurut Hanafiyyah jual beli ASI hukumnya tidak boleh, ini juga sebuah pendapat yang terdapat di kalangan Hanabilah karena ASI bukan tergolong jenis harta yang dapat diperjual belikan berdasarkan IJMA’ para shahabat Nabi ra. Dan berdasarkan logika. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 35/199 ].
Adapun syarat menyusu yang menjadikan si Penyusu anak Rodho' yang punya susu adalah :
1. Susuan tersebut terjadi pada usia-usia di antara dua tahun pertama dari usia anak yang menyusu darinya. Dan jika seandainya usia yang menyusu itu di atas dua tahun maka tidaklah menjadikannya haram untuk dinikahi, ini adalah pendapat jumhur ulama berdasarkan sabda Rasulullah saw, ”Tidak ada rodho’ (susuan) kecuali diantara usia dua tahun.” (HR. Daruquthni dari Ibnu Abbas).
Imam Malik menambahkan dari masa dua tahun itu dengan dua bulan dikarenakan masa dua bulan ini dibutuhkan bagi anak itu sebagai masa transisinya dari mengkonsumsi susu kepada makanan lain. Hal itu apabila anak itu tidak disapih sebelum masa dua tahun sedangkan apabila ia sudah disapih dan makan makanan kemudian menyusu maka susuannya itu tidak menjadikannya sebagai mahram. Imam Abu Hanifah menentukan masa susuan itu adalah dua tahun setengah. Setengah tahun itu adalah masa transisi bagi anak itu untuk berpindah dari mengkonsumsi susu kepada makanan yang lainnya.
2. Hendaklah anak itu menyusu sebanyak lima susuan secara terpisah sebagaimana kebiasaan, dimana anak itu meninggalkan puting susunya dengan kehendaknya tanpa adanya halangan seperti bernafas, istirahat sejenak atau sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menjadikannya lupa dari menyusu. Dalam hal ini tidak pula disyaratkan hisapan-hisapan tersebut harus mengenyangkannya, demikian pendapat para ulama madzhab Syafi’i serta pendapat yang paling kuat dari para ulama madzhab Hambali.
Terhadap orang dewasa yang sudah baligh dan berakal yang menyusu kepada seorang wanita maka jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan para fuqoha mengatakan bahwa tidak ada susuan yang menjadikannya mahram kecuali apabila terjadi pada saat ia masih kecil, meskipun terjadi perselisihan dalam penentuan batas usia anak kecil tersebut. Diantara dalil-dalil yang dipakai jumhur adalah :
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Artinya : “.....Selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al Baqoroh : 233)

Sabda Rasulullah saw, ”Sesungguhnya susuan itu hanyalah yang mengenyangkannya dari rasa lapar.” (HR. Bukhori Muslim) artinya susu yang diminumnya itu mengenyangkannya dan ia tidak memiliki makanan selainnya. Tentunya orang yang sudah dewasa tidaklah termasuk didalamnya terlebih lagi hadits ini menggunakan kata-kata hanyalah. (al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IX hal 6637 – 6638). Wallaahu A'lamu Bis Showaab. [Masaji Antoro, Mbah Jenggot II].