Bismillahirrohmaanirrohiim
Download Aplikasi persembahan PISS-KTB dan Islamuna 👉 Download!

614.LAIN-LAIN:Mengapa mereka merasa paling benar


614.LAIN-LAIN:Mengapa mereka merasa paling benar
Mengapa mereka merasa paling benar

Terjawablah sudah kenapa mereka selama ini merasa paling benar, paling tarjih, paling "nyunnah", semua itu karena mereka merasa telah mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyaataannya mereka mengikuti pemahaman ulama-ulama mereka sendiri. 

Tentu mereka tidak bertemu dengan para Salafush Sholeh, mereka mengikuti pemahaman Salafush Sholeh melalui upaya pemahaman (ijtihad) yang telah dilakukan oleh ulama-ulama mereka sendiri. Kita paham bahwa setiap upaya pemahaman (ijtihad) bisa benar dan bisa pula salah. Lagi pula ulama-ulama mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.

Diantara mereka bahkan ada yang berpendapat bahwa pendapat/pemahaman selain mereka adalah sesat sebagaimana contoh yang terlukis pada http://nasihatonline.wordpress.com/2010/09/24/fatwa-fatwa-ulama-ahlus-sunnah-tentang-kelompok-kelompok-islam-kontemporer/

Andai mereka menyadari di akhirat kelak bahwa ada pemahaman yang mereka ikuti adalah kesalahpahaman-kesalahpahaman ulama mereka tentulah menjadi penyesalan yang tidak berguna.

Firman Allah ta’ala yang artinya,
(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)

Dalam tulisan kami sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/18/mereka-terindoktrinisasi/ dapat kita ketahui pola indoktrinisasi yang dilakukan oleh  para ulama yang mengatasnamakan pemahaman mereka sebagai pemahaman Salafush Sholeh.

Memang  ulama mereka membaca Al Qur’an , Tafsir bil Matsur, Hadits Shohih, Sunan, Musnad, lalu ulama mereka pun berjtihad dengan pendapat mereka. Apa yang ulama mereka katakan tentang kitab-kitab tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu ulama mereka sendiri. Sumbernya memang Quran dan Sunnah, tapi apa yang ulama-ulama mereka sampaikan semata-mata lahir dari kepala mereka sendiri. Setiap upaya pemahaman bisa benar dan bisa pula salah, yang pasti benar hanyalah lafaz/nash Al Qu’ran dan Hadits

Kesalahpahaman besar telah terjadi ketika ulama-ulama mereka mengatakan bahwa apa yang mereka pahami dan sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh. Jika apa yang ulama mereka pahami dan sampaikan sesuai dengan pemahaman Salafush Sholeh tentu tidaklah masalah namun ketika apa yang ulama mereka pahami dan sampaikan tidak sesuai dengan pemahaman sebenarnya Salafush Sholeh maka pada hakikatnya ini termasuk fitnah terhadap para Salafush Sholeh. Fitnah akhir zaman.

Mereka merasa pemahaman mereka telah dikembalikan kepada pemahaman ulama Salaf namun pada kenyataannya mereka mengembalikan kepada ulama-ulama mereka yang berupaya memahami tulisan/lafaz perkataan atau pendapat ulama Salaf dimana setiap upaya pemahaman bisa benar dan bisa pula salah.

Mereka mengembalikan pemahaman kepada pemahaman ulama-ulama yang mengaku menisbatkan diri kepada pemahaman Salafush Sholeh seperti ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim Al Jauziah, ulama  Muhammad bin Abdul Wahhab atau bahkan ulama seperti ulama Al Albani.

Pada hakikatnya upaya penisbatan diri  adalah bisa berhasil dan bisa pula gagal atau berhasil sebagian. Tidak dapat dipastikan bahwa mereka yang menisbatkan diri kepada Salafush Sholeh maka pemahaman mereka pasti sesuai dengan pemahaman Salafush Sholeh.

Ulama-ulama terdahulu telah menolak pemahaman ala pemahaman ulama  Ibnu Taimiyyah dan pemahaman beliau telah terkubur sejak lama namun diangkat kembali  oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dan juga ditengarai diangkat kembali oleh kaum Zionis Yahudi untuk upaya ghazwul fikri.

Contoh ulama kita terdahulu yang menolak pemahaman ala pemahaman Ibnu Taimiyyah adalah Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Beliau adalah ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia memiliki peranan penting di Makkah al Mukarramah dan di sana menjadi guru para ulama Indonesia.

Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, lahir di Koto Gadang, IV Koto, Agam, Sumatera Barat, pada hari Senin 6 Dzulhijjah 1276 H (1860 Masehi) dan wafat di Makkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H (1916 M)

Syaikh Ahmad Khatib dengan tegas menulis Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan Wahhabiyah yang diikuti oleh anak murid beliau [Syaikh Abdul Karim Amrullah] adalah sesat (paham menyesatkan).

Menurut Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, golongan tersebut sesat (paham menyesatkan) karena keluar daripada pemahaman Ahlus-Sunnah wa al-Jamaah dan menyalahi pegangan mazhab yang empat. Antara lain tulisannya ialah ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ dan lain-lain.

Di antara nasehatnya: “Maka betapakah akan batal dengan pikiran orang muqallid yang semata-mata dengan faham yang salah dengan taqlid kepada Ibnu al-Qaiyim yang tiada terpakai qaulnya pada Mazhab Syafie. ……………Maka wajiblah atas orang yang hendak selamat pada agamanya bahawa dia berpegang dengan segala hukum yang telah tetap pada mazhab kita. Dan janganlah ia membenarkan akan yang menyalahi demikian itu daripada fatwa yang palsu.”

Kesalahpahaman selama ini adalah pada hakikatnya tidak ada yang namanya pemahaman Salafush Sholeh atau manhaj/mazhab Salafush Sholeh karena penisbatan tersebut berlaku pada orang per orang bukan kepada suatu generasi. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada

Semakin jelas apa yang telah ditulis oleh ulama besar Syria, pakar syariat (fiqih), DR. Said Ramadhan Al-Buthy dalam bukunya yang berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam.

Gerakan paham anti mazhab ditengarai merupakan upaya ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilakukan oleh kaum Yahudi yang pada masa kini adalah kaum Zionis Yahudi.

Kaum Zionis Yahudi adalah kaum yang paling keras permusuhannya kepada kaum muslim
Firman Allah yang artinya,
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82).

Kaum Zionis Yahudi atau juga dikenal dengan lucifier, freemason atau iluminati adalah mereka yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman. Kaum Zionis Yahudi berupaya keras agar umat muslim dapat mencintai mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dunia atau yang dikenal dengan “the new world order”

Allah Azza wa Jalla telah menceritakan tentang kaum Zionis Yahudi yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman  dalam firmanNya yang artinya
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102 )

Cara kaum Zionis Yahudi menyebarluaskan paham anti mazhab adalah berbungkus slogan agar kaum muslim merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits dengan akal pikiran masing-masing tanpa mempedulikan  kompetensi untuk dapat melakukan ijtihad (upaya pemahaman).

Perkataan Imam Mazhab yang sering disalahgunakan adalah seperti perkataan Imam Ahmad Bin Hanbal
لاَ تَقَلَّدْنِي وَلاَ تَقَلَّدْ مَالِكًا وَلاَ الشَّافِعِي وَلاَ اْلأَوْزَاعِي وَلاَ الثَّوْرِي وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا .[ابن القيم في إعلام الموقعين]
Artinya: “Janganlah engkau taqlid kepadaku, demikian juga kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i dan Imam ats-Tsauri. Namun periksalah darimana mereka (para Imam itu) mengambil (yaitu al-Quran dan as-Sunnah).

Kekeliruan besar kalau perkataan Imam Ahmad Bin Hanbal diartikan bahwa umat Islam diperintahkan untuk merujuk Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing.  Perkataan Beliau hanya menasehatkan agar kita mengikuti para Imam Mazhab sambil merujuknyadarimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.

Untuk apa para Imam Mazhab bersusah payah memuliskan kitab fiqih kalau mereka menyuruh umat Islam untuk melakukan ijtihad atau bahkan istinbat (menetapkan hukum perkara) masing-masing. Imam Mazhab artinya Imam Mujtahid atau pemimpin ijtihad yang seharusnya kita ikuti karena mereka memang berkompetensi sebagai imam mujtahid mutlak.  

Pada hakikatnya pintu ijtihad boleh dikatakan telah tertutup. Tidak seluruh hadits telah dibukukan namun sebagaian hanya dihafal oleh ulama-ulama Salaf yang Sholeh. Adanya hadits-hadits yang  hanya dihafal tersebutlah yang merupakan bagian dari sumber para Imam Mazhab menetapkanhukum perkara atau beristinbat. Bahkan Ahlul Hadits terdahulu mereka tetap mengikuti Imam Mazhab karena mereka hanya “menyajikan” hadits  tidak berkompetensi menetapkan hukum perkara atau beristinbat. Apalagi dengan adanya kemungkinan upaya ghazwul fikri dari musuh-musuh Islam. Contohnya mereka merampas literatur atau manuscript karya ulama-ulama terdahulu dari perpustakaan-perpustakaan Islam ketika peperangan antara kaum muslim dengan kaum kafir dan adanya kemungkinan “mengembalikan” kepada  kaum muslim setelah melakukan perubahan. Wallahu a’lam

Mereka yang terpengaruh gerakan anti mazhab adalah mereka yang merujuk Al Qur’an dan Hadits berdasarkan ijtihad (pemahaman) mereka masing-masing dan beberapa pemahaman mereka menyelisihi pemahaman pendapat para Imam Mazhab adalah:
Pengikut ulama Ibnu Tamiyyah (Salafi),
Pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab (Salafi Wahhabi),
Pengikut  ulama-ulama di Yaman dan di Timur-Tengah seperti ulama Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i. (Salafi Yamani)
Pengikut ulama Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin (Salafi Sururi),
Pengikut ulama Jamaludin Al-Afghany bersama muridnya ulama Muhammad Abduh kemudian dilanjutkan oleh ulama Rasjid Ridha dll  yang menerapkan sistem pergerakan atau organisasi (Salafi Haraki).

Diantara mereka sendiri berselisih padahal  sumber pemahaman sama yakni pemahaman Ibnu Taimiyyah (Salafi) http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/15/2011/05/01/inikah-salafi-indonesia/ 

Firman Allah Azza wa Jalla,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." (QS An Nisaa 4 : 82)

Firman Allah ta'ala  dalam (QS An Nisaa 4 : 82) menjelaskan bahwa dijamin tidak ada pertentangan di dalam Al Qur'an.
Jikalau manusia mendapatkan adanya pertentangan di dalam Al Qur'an maka pastilah yang salah adalah pemahamannya. Begitu juga jika ada dua pihak berpemahaman yang bertentangan atau bertolak belakang (bukan perbedaan furu) maka pastilah salah satu ada yang salah dalam memahami Al Qur'an dan Hadits 

Sebaiknya janganlah kita merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits dengan akal pikiran masing-masing dan jangan pula mengikuti ulama-ulama yang tidak jujur karena tidak mau mengakui bahwa apa yang mereka sampaikan adalah upaya pemahaman (ijtihad) mereka sendiri.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203


Contoh rantai sanad ilmu Imam Asy Syafi’i
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’,Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra

Bagi ulama yang tidak bermazhab maka pada hakikatnya telah memutus rantai sanad ilmu atau sanad guru.

Marilah kita mengikuti atau berpedoman dengan pendapat atau pemahaman para Imam Mazhab dan penejelasan dari pengikutnya sambil kita merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits.


Wassalam

Zon di Jonggol , Kab Bogor 16830